Thursday, September 2, 2010

Kesurupan


Sepulang dari tamasya, sekujur tubuh si Santi (bukan nama sebenarnya) kejang-kejang dan mulutnya berkomat-kamit mengeluarkan kata-kata yang maksudnya sulit untuk dimengerti. Kedua orang tua Santi telah berusaha kemana-mana mencari paranormal dan ahli kebathinan (istilah awamnya dikenal dengan sebutan dukun) untuk menyelamatkan nyawa Santi, tetapi semuanya sia-sia saja dan akhirnya Santi diberitakan meninggal dunia dengan kondisi yang menggenaskan. Setelah pemakaman Santi, terdengarlah isu-isu yang menyatakan bahwa semasa hidupnya, Santi sangat doyan berbicara sembarangan (cakap kotor, kasar dan adakalanya melecehkan siapapun juga). Ada lagi yang mengatakan bahwa Santi telah kesurupan "Mbah", karena dia terlalu sombong dan berbicara yang nggak-nggak sewaktu tamasya.

Disisi lain, ada juga yang bangga bisa kesurupan "mbah" ini dan itu. Banyak dijumpai terutama sekali di kalangan umat yang mengaku beragama Buddha tetapi tidak mengenal sama sekali ajaran Sang Buddha (alias Buddha KTP) menjadi korban oknum-oknum yang menyatakan bisa kesurupan "mbah" ini dan itu. Dan yang lebih kocaknya lagi adalah oknum tersebut mengaku bisa kesurupan apapun juga sesuai dengan "order" dari si korban.

Dari kedua jenis kesurupan ini, bisa disimpulkan bahwa kesurupan tipe yang pertama adalah bukan kehendak dari si pemilik tubuh, sedangkan kesurupan tipe kedua adalah keinginan dari si pemilik tubuh (mengundang makhluk alam halus "peta" memasuki/ mendiami tubuhnya untuk sementara waktu). Mengapa semua ini bisa terjadi ? Kalau diterjemahkan, makna "kesurupan" secara sederhana adalah menerima getaran-getaran atau gaya-gaya bathin dari luar dan secara utuh mempengaruhi/ mengalahkan bathin si pemilik tubuh. Untuk tipe kesurupan yang pertama bisa saja terjadi pada setiap makhluk, terutama sekali dikarenakan kekuatan "kusala karma-perbuatan baik" yang melekat di tubuhnya sudah mulai melemah, dalam arti "aura-cahaya tubuh" nya telah mulai redup. Makhluk di alam setan "peta bumi" boleh dikatakan sama usilnya dengan manusia. Manusia pada umumnya berani mengganggu atau menggoda temannya ataupun orang lain karena orang tersebut tidak memberikan perlawanan. Seandainya orang tersebut bertambah takut maka akan semakin menjadi-jadilah dia menggoda dan mengganggu serta jika memungkinkan sekalian menyakiti dan membunuhnya. Demikian pula halnya dengan orang yang dimana simpanan kusala karmanya mulai melemah dan auranya mulai redup dan merupakan sasaran yang empuk bagi makhluk yang berada di alam kegelapan untuk mencoba menyakiti dan menerobos masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Bagi yang tidak sanggup mempertahankan "sati-kesadaran" nya akan menderita pada proses kesurupan ini dan adakalanya makhluk alam rendah yang berhasil menembus pertahanan ini akan merasa betah mendiami rumah yang baru ini bagaikan penjajah yang berhasil menjarah negara lain dan enggan melepaskan daerah jajahannya. Orang yang kesurupan yang tidak tertangani dengan baik, akan meninggal dunia lebih awal dari semestinya jika tidak ditolong sedini mungkin.

Untuk menghindari dari kesurupan yang tidak diinginkan maka hanya ada satu cara yang bisa ditempuh yaitu memperbanyak perbuatan baik "kusala kamma" agar aura tetap cemerlang seperti sediakala. Makhluk alam rendah berani menampakkan ataupun memasuki tubuh sesesorang dikarenakan aura mulai memudar. Sejauh yang diketahui, rasanya belum pernah kedengaran seorang Bhikkhu/ni sampai kesurupan "mbah" ini dan itu. Perihal kesurupan yang tidak mempan terhadap anggota Sangha (para Bhikkhu/Bhikkhuni) adalah dikarenakan banyaknya timbunan kusala karma yang melekat ditubuh mereka sehingga aura bercahaya demikian terangnya melindungi dan membentengi si pemilik tubuh.

Aura yang terang benderang akan menyilaukan makhluk alam rendah sehingga takut untuk mendekati apalagi memasuki (menyurupi) tubuh seseorang. Aura bisa diibaratkan bagai cahaya matahari yang menyilaukan dan menyakitkan jika ditatap langsung dengan mata polos.

Demikianlah kesurupan tipe yang pertama dimana tanpa kehendak dari si pemilik tubuh, makhluk dari alam lain masuk seenaknya tanpa izin. Lalu.... bagaimana dengan tipe kesurupan yang kedua ? Kesurupan tipe yang kedua ini adalah mengosongkan pikiran sehingga bathin menjadi pasif dan getaran dari luar dengan mudah menerobos/ memasuki sipemilik tubuh. Kesurupan tipe kedua inilah yang dalam prakteknya banyak dijumpai memperdaya umat Buddha yang hanya sebatas KTP. Dan tidak sedikit korbannya mengalami banyak hal yang fatal sebagai akibat dari ulahnya yang tidak bertanggung jawab. Banyak dijumpai umat Buddha KTP yang menyakini oknum yang mampu kesurupan ini dan itu, terperdaya akan akal bulus si oknum. Misalnya secara "medis" sikorban dinyatakan menderita penyakit "hipertensi-darah tinggi", tapi karena percaya pada si oknum yang mengaku mampu kesurupan "mbah" ini dan itu, enggan memakan obat-obatan yang telah diresepkan, malahan mengikuti nasehat si oknum yang mampu kesurupan ini dan itu. Memakan ramuan jampi-jampi sehingga akhirnya diberitakan si korban terpaksa "check out-pindah" dari alam manusia.... alias meninggal dunia. Didalam agama Buddha, praktek "kesurupan" tidak dibenarkan karena bisa menghambat/ menekan proses kemajuan bathin menuju ke arah kesucian. Agar terlepas dari praktek "kesurupan" baik yang tidak dikehendaki maupun yang diinginkan, marilah kita kembali mengembangkan "kesadaran" melalui praktek "meditasi" yang benar, agar yang namanya "dukkha-derita" jauh keberadaannya dari lingkaran "samsara : kematian dan kelahiran yang tanpa adanya awal dan akhir".

Oleh sang Buddha telah dibabarkan bahwa terdapat 4 dasar kesadaran "cattari Satti-patthana" yang sudah seharusnya dikembangkan agar kita terlepas dari "kesurupan" makhluk ini dan itu. Keempat dasar kesadaran tersebut terdiri dari :

  1. Kayanupassana-perenungan terhadap tubuh jasmani. Kita hendaknya senantiasa melatih diri dalam meditasi dan mewaspadai :

    • Pernafasan. Setiap saat dan setiap detik, kita benar-benar menyadari keluar masuknya udara, dan semua aroma yang tersebar di sekitar kita, baik yang harum, busuk, maupun yang tidak berbau sama sekali. Kesemuanya itu harus diketahui keberadaannya dengan jelas, dengan kata lain kita benar-benar menyadari apapun yang ada di lingkungan kita.

    • Posisi Tubuh. Menyadari dengan baik posisi tubuh yang sedang terjadi, apakah pada waktu tersebut kita sedang duduk, berdiri maupun berbaring. Tidak akan pernah merasakan "Fly-melayang-layang" dikala masih duduk, berdiri maupun berbaring. Penguasaan diri sangat baik dan tidak tergoyahkan adalah hal yang mutlak harus dimiliki/ dikuasai.

    • Waktu Bergerak. Menyadari dengan baik apakah gerak langkahnya maju, mundur atau diam sama sekali. Dengan kata lain bahwa semua gerak-gerik anggota tubuh dikala bangun, mandi, makan, memakai pakaian, bekerja dan lain sebagainya, dikuasai dengan sebaik-baiknya. Semua gerak-gerik badan jasmani terkontrol dan terawasi dengan penuh perhatian disamping "kesadaran" dibina dengan sebaik-baiknya.

  2. Vedananupassana-Perenungan terhadap perasaan Kita hendaknya senantiasa melatih diri dalam "meditasi" dan mewaspadai :

    • Perasaan Senang. Dikala menikmati sesuatu yang menyenangkan atau yang menggembirakan, hendaknya jangan sampai terlena (lupa daratan). Dikala ber "uang", hendaknya disadari bahwa suatu hari kelak mungkin saja mengalami kepailitan. Begitu juga dikala masih sehat "jasmani dan rohani" hendaknya selalu dimanfaatkan untuk penimbunan perbuatan-perbuatan baik. Dan yang terpenting adalah dikala masih bernafas janganlah disia-siakan kehidupan ini dengan perbuatan-perbuatan tercela.

    • Perasaan Sakit. Terlahirkan di alam manusia ini "sehat dan sakit" datangnya silih berganti. Dikala sakit mendera badan jasmani, hendaknya pikiran ini senantiasa terlatih dengan baik untuk tidak mencelakakan orang lain. Orang baru pantas dikatakan baik jika seandainya dia berada dalam kondisi yang menggenaskan dan memiliki kesempatan untuk berbuat "jahat" untuk melepaskan penderitaannya, namun dia tidak melakukannya. Orang beginilah yang pantas dikatakan orang baik !

    • Perasaan Netral. Bathinya benar-benar seimbang dan tidak tergoyahkan bagaikan batu karang yang bediri kokoh yang tidak tergoncangkan oleh gempuran ombak.

  3. Cittanupassana-Perenungan terhadap kondisi bathin. Kita hendaknya senantiasa melatih diri dalam "meditasi" dan mewaspadai :

    • Keserakahan sebagai Keserakahan. Menuntut lebih dari yang dibutuhkan serta tidak dimilikinya sifat puas akan apa yang telah dimiliki adalah merupakan ciri khas orang yang serakah. Cara untuk menekan "keserakahan" ini adalah dengan rutinnya "dana" disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Tanpa pernah memberi dan melepaskan kemelekatan (sesuatu yang telah dimilikinya) maka keserakahan tidak akan pernah berhasil dibasmi habis sampai keakar-akarnya.

    • Kebencian sebagai Kebencian. Merasa diperlakukan dengan tidak sewajarnya ataupun iri atas keberhasilan orang lain adalah merupakan salah satu bibit awal tercetusnya "kebencian" didalam kehidupan ini. Hidup yang diliputi oleh kabut kebencian akan menghambarkan keceriaan hidup. Hanya dengan "Metta-Cinta kasih" yang universallah kebencian bisa diatasi atau dibabat keakarnya yang mendalam.

    • Kebodohan sebagai Kebodohan. Semua orang menyadari bahwa rokok dan minuman alkohol yang berkadar tinggi akan merusak kesehatan, tetapi kenyataannya kedua "racun" ini sangat laris dipasaran. Mengapakah hal ini terjadi ? Tidak lain dan tidak bukan adalah karena tebalnya kabut kebodohan yang telah menyelimuti mata bathin seseorang. Agar terlepas dari kebodohan, hanya ada satu cara yang harus ditempuh, yaitu dengan mempelajari, menyelami dan mengamalkan "Dharma-kebenaran" di dalam setiap derap langkah yang akan dilalui. Hanya dengan "Dharma-kebenaran" ajaran sang Buddha-lah, kebijaksanaan bisa diraih. Dengan dimilikinya kebijaksanaan maka kebodohan akan terkikis habis setahap demi setahap.

  4. Dhammanupassana-Perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran. Kita hendaknya senantiasa melatih diri dalam "meditasi" dan mewaspadai bentuk-bentuk pikiran yang mungkin timbul. Didalam sabda-Nya, Sang Buddha menekankan bahwa pikiran sangat dominan sekali mempengaruhi "Kebahagiaan dan Kesusahan" yang dialami oleh setiap makhluk. Oleh karena itu, Sang Buddha bersabda:

    Orang bijaksana hendaknya menjaga pikiran
    yang sukar diawasi, sangat halus
    dan cenderung mengarah pada objek yang digemari
    Pikiran yang terjaga dengan baik
    akan membawa kebahagiaan

    Selanjutnya Sang Buddha pun menekankan bahwa pikiran yang terarah secara benar akan membuat seseorang menjadi mulia dan memperoleh pahala baik, melebihi apa yang dapat diberikan oleh Ibu, Ayah atau Sanak Keluarga.

    Kesimpulan

    Kesurupan bisa saja dialami oleh setiap manusia. Seseorang bisa mengalami kesurupan adalah dikarenakan lemahnya "sati-kesadaran" bersemayam ditubuhnya. Boleh disimpulkan bahwa kesurupan yang dialami oleh setiap manusia, apakah itu atas kehendak si pemilik tubuh maupun yang bukan adalah suatu hal yang sangat patut untuk dikasihani. Kesurupan bisa diibaratkan bagai tamu yang datang ke rumah kita dan langsung berkuasa, memerintah ini dan itu, bertindak semau gue dan adakalanya merusak apapun yang disekitarnya. Hanya orang-orang yang kurang berbuat kebajikanlah yang menjadi sasaran empuk bagi makhluk dari alam rendah "peta" untuk dikuasai dan dikontrol tubuhnya.

    Agar terlepas dari kesurupan yang bertentangan dengan ajaran Sang Buddha, marilah kita bersama-sama melaksanakan pembinaan kesadaran "Cattari Satti-patthana" dengan melaksanakan
    a. Kayanupassana (Perenungan terhadap tubuh jasmani)
    b. Vedanupassana (Perenungan terhadap perasaan)
    c. Cittanupassana (Perenungan terhadap kesadaran bathin)
    d. Dhammanupassana (Perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran)

    Semoga dengan adanya perenungan ini, kita hendaknya memiliki "kesadaran" yang mantap serta bermanfaat bagi semua makhluk pada umumnya dan bagi bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia yang tercinta pada khususnya.


No comments:

Post a Comment