Thursday, September 2, 2010

Kekuatan Dhamma


Kekuatan Dhamma

Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Sri Pannavaro Sanghanayaka Mahathera


Saudara-saudara, sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2000. Banyak sekali yang menyebutkan bahwa awal tahun 2000 adalah saat kita memasuki milenium ketiga. Padahal sesungguhnya milenium yang ketiga itu baru dimulai pada tanggal 1 Januari tahun 2001. Tetapi Saudara, tidak apalah, kapanpun millenium ketiga itu disepakati dimulai, sesungguhnya perubahan-perubahan dan terus perubahan-perubahan terjadi dan mengalir sejak saat ini bahkan setiap saat. Menurut Dhamma, kesunyataan atau kebenaran sifat dari kehidupan, bahkan sifat dari segala sesuatu adalah perubahan. Adalah sangat salah kalau kita berfikir bahwa perubahan itu baru akan mendadak terjadi setelah kita memasuki tahun 2000 atau bahkan tahun 2001. Perubahan tidak pernah berhenti, perubahan terus terjadi. Itulah sifat segala sesuatu, itulah sifat kehidupan kita.

Saudara-saudara, abad ini demikian juga tentunya abad kemudian ditandai dengan penemuan-penemuan, penggunaan-penggunaan teknologi, berkembangnya ilmu pengetahuan dengan amat pesat sekali. Sangat sering pertanda ini digunakan untuk menandai kemajuan. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan penggunaan teknologi secara luas sangat banyak dirasakan oleh semua orang dengan ungkapan kemajuan, kemudahan, kenyamanan bahkan keberhasilan. Saudara-saudara, meskipun demikian marilah kita merenung dengan pikiran yang jernih dan bersama-sama bertanya kepada diri kita, kemudian marilah kita menjawab dengan jujur apakah kemajuan, kemudahan bahkan keberhasilan yang kita lihat sekarang seantero pelosok dunia membuat kehidupan ini benar-benar bahagia. Kesulitan-kesulitan berkurang, penderitaan menjadi lebih sedikit, ketegangan, persoalan-persoalan kehidupan menjadi semakin ringan. Jawabnya, hampir semua orang menjawab "tidak". Tidak mengherankan Saudara, karena ilmu pengetahuan dan teknologi meskipun amat membantu, tetapi harus diingat, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan alat-alat yang dihasilkan dan kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada kita semata-mata berhubungan dengan materi.

Dalam kehidupan ini Saudara, demikian juga Dhamma mengingatkan kepada kita, memang kita membutuhkan materi untuk kelangsungan kehidupan kita, untuk keluarga kita, demikian juga untuk masyarakat, untuk bangsa dan negara ini. Tetapi Saudara, sesuatu yang sangat-sangat penting yang harus diingat adalah "Materi bukan segala-galanya". Pada saat-saat tertentu kita akan merasakan, bahkan melihat materi tidak bisa berbuat banyak. Saudara-saudara, dalam suasana yang sedemikan kompleks, persaingan yang sedemikian keras dan terbuka, persoalan-persoalan juga berkembang dengan lebih pelik sekali. Menghadapi hal-hal di masyarakat, menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin muncul dengan 1001 macam warna di masyarakat maupun di keluarga kita masing-masing, manusia acap kali merasa lemah. Seolah-olah tidak mampu lagi mengahadapi, kehabisan jalan, habis semangat untuk bertahan, habis semangat untuk maju mengisi kehidupan ini karena persoalan-persoalan ini suatu saat amat membebani kita. Tidak heran Saudara, bisa kita maklumi bersama karena memang semangat kita suatu saat sangat kuat tetapi pada saat yang lain sangat lemah, lemah sekali. Pada saat-saat kita lemah pada saat itulah kita memerlukan kekuatan.

Manusia memerlukan perlindungan untuk menghadapi persoalan-persoalan yang datang silih berganti, yang seperti di depan saya sebutkan sangat hebat sekali suatu saat menimpa kehidupan kita. Dalam keadaan yang seperti itu Saudara, manusia mencari pertolongan, perlindungan, kekuatan bahkan dan kadang-kadang manusia mencari dari manapun juga untuk bisa segera lepas dari segala macam beban yang rasanya menghimpit dengan amat berat sekali. Mereka pergi mungkin ke tempat-tempat keramat, ke tempat-tempat pemujaan yang dianggap ampuh. Ke gunung-gunung yang besar ke kekuatan-kekuatan alam yang mungkin dipercayai bisa memberikan bantuan kekuatan pada dirinya untuk mengatasi dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan yang berat itu.

Saudara-saudara, umat Buddha tentu sudah dibekali dengan perlindungan. Sejak awal seseorang mengenal Ajaran Agama Buddha dan kemudian menerimanya dengan kesadaran dan pengertian, maka sejak awal orang ini kemudian menyebutkan, menyatakan dengan kesungguhan "Aku berlindung kepada Buddha, aku berlindung kepada Dhamma, aku berlindung kepada Sangha". Buddham saranam gacchami, Dhammam saranam gacchami, Sangham saranam gacchami. Saat pertama sekali seseorang mengucapkan aku berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha dengan sadar dan mengerti apa yang diucapkan, pada saat itulah dia sebagai umat Buddha, dia sudah menjadi umat Buddha, sekalipun tidak dengan upacara yang resmi, tidak dengan pentahbisan pemercikan air dan sebagainya. Pernyataannya berlindung kepada Tri Ratna itu yang diucapkan dengan sadar dan dimengerti artinya yang membuat seseorang menjadi umat Buddha.

Saudara-saudara, tetapi benarkah kita sudah dilindungi atau bagaimanakah kita berlindung dengan mengucapkan aku berlindung kepada Tri Ratna, Buddha Dhamma dan Sangha? Apakah sudah benar aku dilindungi dari segala macam kesulitan, kesusahan, penderitaan dan segala macam? Saudara-saudara, jawabnya adalah ya, untuk sementara. Seseorang yang telah menyatakan berlindung kepada Tri Ratna, Buddha Dhamma dan Sangha secara kejiwaan, secara psikologis dia telah mempunyai perlindungan. Perasaannya menjadi puas, perlindungan seperti itulah yang mungkin boleh diistilahkan sebagai perlindungan emosional. Emosinya mendapatkan perlindungan, timbullah rasa mantap, rasa aman, aman secara psikologis. Inilah yang saya sebutkan sebagai ya, orang yang menyatakan berlindung kepada Tri Ratna dia merasa mempunyai perlindungan sementara. Saudara-saudara, tetapi menyatakan berlindung kepada Tri Ratna saja, kemudian seseorang merasa mendapatkan perlindungan, rasanya sudah dilindungi, bukanlah cara berlindung yang sesungguhnya. Bukanlah cara berlindung yang benar dan berlindung seperti itu hanya bisa memberikan kepuasan emosi, tidak menyelesaikan pendertitaan, tidak mengurangi persoalan-persoalan yang menghimpit, hanya melegakan emosi kita.

Siapakah sesungguhnya Tri Ratna itu Saudara? Buddha Dhamma dan Sangha, Saudara. Buddha, Dhamma dan Sangha sesungguhnya mempunyai inti "Kesadaran Agung". Karena kesadaran agung, pertapa atau Bodhisattva Siddharta mencapai penerangan sempurna menjadi Buddha Yang Sempurna. Dhamma mengajarkan kesadaran agung yang harus kita latih, yang harus kita pupuk untuk menyadari proses, fenomena kehidupan kita, perasaan kita, pikiran kita, kehidupan kita. Sedangkan Sangha adalah batin mereka-mereka yang telah mencapai kesucian, kebebasan-kebebasan dari penderitaan secara total karena telah mengembangkan kesadaran agung.

Saudara-saudara, pada suatu ketika, saya memberikan sebuah buku kepada seorang pejabat tinggi, buku tentang meditasi. Saya jelaskan kepada pejabat tinggi ini, buku ini sangat baik. Meskipun sudah lama, lebih dari 20 tahun saya menjadi Bhikkhu, pada waktu saya membaca buku ini saya mendapat pengetahuan yang amat berharga. Kemudian pejabat ini bertanya kepada saya, "Bhante, kalau boleh saya mengetahui, apakah yang menjadi kata kunci ajaran agama Buddha?" Suatu pertanyaan yang sederhana Saudara, tetapi menantikan jawaban yang tidak sederhana. Baiklah, saya menjawab kepada pejabat tinggi ini: "Bapak, kata kunci seluruh ajaran agama Buddha boleh disimpulkan dengan kesadaran dan pengertian yang benar serta lengkap". Itulah kata kunci ajaran agama Buddha.

Saudara-saudara, kesulitan dan penderitaan menurut hukum kesunyataan atau hukum alam yang universal pasti muncul, berkembang karena ada kondisi, karena ada sebab-sebab yang mengakibatkan kesulitan, persoalan, ketegangan, bahkan penderitaan dan kesengsaraan itu muncul dan menjadi beban kita. Tidak ada fenomena, kejadian, demikianlah kalimat yang mudah yang muncul yang kita rasakan dalam kehidupan kita ini, yang menyenangkan atau pun yang tidak menyenangkan, yang muncul mendadak sontak begitu saja, seolah-olah seperti hadiah atau hukuman dari atas langit. Tidak saudara, segala macam yang kita alami dalam kehidupan ini muncul karena sebab-sebab, kondisi-kondisi, faktor-faktor yang mendahului, yang membuat, yang mengakibatkan segala fenomena, kejadian yang kita alami ini muncul dan kita rasakan.

Saudara-saudara, sekarang kalau kita menggunakan kesadaran kita, kewaspadaan kita, kejelian kita mengamat-amati gerak-gerik pikiran kita, gerak-gerik perasaan kita yang setiap hari dirangsang, ditarik-tarik, digoda-goda oleh nafsu, oleh kenikmatan, oleh kebencian, oleh yang menarik, oleh yang menjemukan dan sebagainya. Kemudian perasaan dan pikiran kita itu bergerak, kita ingin demikian, kita ingin seperti itu, kita ingin begini kita ingin begitu. Kemudian kita merencanakan dan kemudian kita melakukan. Itulah awal munculnya segala macam persoalan kehidupan ini. Adalah sangat benar saudara kalau di dalam kotbahnya yang pertama sebelum Sang Buddha memulai pengabdian 45 tahun kepada dunia ini, dalam kotbahnya yang pertama beliau menyampaikan dengan terang, dengan jelas sekali, penderitaan ini disebabkan oleh nafsu keinginan. Dalam menganalisa penderitaan manusia, Sang Buddha tidak pernah melibatkan apalagi kemudian menarik-narik untuk dijadikan sebab, menarik-narik makhluk-makhluk halus, makhluk-makhluk dari atas langit menjadi sebab penderitaan. Tidak Saudara, penderitaan ini seratus persen disebabkan oleh nafsu keinginan kita.

Tetapi Saudara, sekarang pertanyaan muncul. Kalau nafsu keinginan mengakibatkan penderitaan maka kalau nafsu keinginan itu dikurangi, penderitaan tentu akan berkurang. Tetapi kalau demikian apakah kita tidak boleh mempunyai keinginan Bhante? Apakah kita tidak boleh maju, karena kalau kita mempunyai keinginan kita akan menderita. Saudara-saudara, yang menjadi masalah utama sesungguhnya bukan keinginan. Apakah yang menjadi masalah utama? Racun yang meracuni keinginan kita itulah yang membuat kemudian keinginan itu menumbuhkan, mengakibatkan penderitaan, kesulitan, persoalan yang sambung menyambung dan kemudian kesengsaraan yang tidak habis-habisnya.

Oleh karena itulah Saudara, tidak dilarang kita mempunyai keinginan. Tetapi marilah kita waspadai keinginan kita, kemudian kita memanggil semua pengertian kita, kita pertimbangkan keinginan itu apapun keinginan itu, dengan pertimbangan pengertian kita yang benar dan lengkap. Dengan demikian keinginan itu tidak akan membuat kita kemudian tersiksa dan menderita. Pada saat timbul perasaan senang, pada saat timbul persasaan tidak senang, pada saat pikiran kita ingin demikian, ingin begini , ingin begitu, eh nanti dulu. Sekarang kita periksa keinginan itu, dengan pengertian kita yang lengkap. Inilah yang dikatakan sampajanna. Apakah keinginan itu benar, apakah keinginan saya itu bermanfaat, o.. memang benar dan bermanfaat. Tetapi apakah saya cukup mempunyai kemampuan untuk melaksanakan keinginan itu. Meskipun itu benar Saudara, meskipun itu bermanfaat. Kalau seseorang, kalau kita tidak mampu, tidak mempunyai kemampuan yang cukup dalam melaksanakan, maka meskipun benar dan bermanfaat, keinginan itu akan mengakibatkan kesulitan dan penderitaan. Bukankah demikian Saudara?

Suatu ketika timbullah keinginan untuk mempunyai rumah yang lebih besar, untuk mempunyai kendaraan yang lebih mewah. Memang ini bukan kejahatan, memang ini bermanfaat, tetapi mampukah kita melaksanakan itu sekarang? Dengan segala cara itu akan ditempuh. Nah keinginan yang tidak sesuai dengan kondisi atau kemampuan yang kita punyai akan menjadi sumber penderitaan. Anak-anak kita Saudara, di sekolah mereka melihat dan belajar komputer, melihat teman-temannya menggunakan motor. Kemudian mereka pulang ke rumah dan mereka minta kepada orang tuanya dibelikan komputer dan motor. Yah, sebagian orang mungkin mampu, tetapi sebagan besar keluarga kita di daerah-daerah tidak mampu untuk itu. Anak ini tidak pernah mendapatkan pelajaran mengendalikan diri, tidak melepaskan tetapi menunda keinginan mengendalikan diri. Tidak pernah! Yang dia tahu, dia marah karena orang tua tidak bisa memberikan motor dan komputer. Yang dia sudah merasakan kenyamanannya, yang dia sudah menggunakan berkali-kali di sekolah atau di rumah teman-temannya. Kemudian keinginannya ini mengakibatkan penderitaan. Bukankah begitu Saudara? Seseorang mungkin menginginkan pasangan, istri yang cocok tetapi kemudian meleset, itupun penderitaan. Kalau mendapatkan pasangan yang sesuai, istri yang cantik, yang setia, yang rendah hati, aduh mungkin bahagia sekali. Tetapi setelah lima tahun, enam tahun, kemudian bosan! Eh, timbul keinginan mencari istri yang baru, meskipun mungkin tidak resmi. Keinginan ini kalau diikuti akan menimbulkan penderitaan, kesulitan, masalah yang tidak ringan.

Saudara-saudara, bukankah demikian penderitan dan kesulitan yang datang pada kita? Oleh karena itu marilah kita gunakan kesadaran kita, kewaspadaan kita, kejelian kita untuk mengamat-amati gerak-gerik keinginan kita. Kalau timbul keinginan ini atau keinginan itu sekalipun itu baik dan bermanfaat, marilah kita panggil segala pengertian kita, kemudian kita saring, kita seleksi apakah keinginan ini sesuai untuk saya. Kalau kita menggunakan kesadaran dan pengertian yang lengkap, sati dan sampajanna dalam Bahasa Pali, maka keinginan yang timbul itu akan terseleksi, terpilih sehingga tidak mengakibatkan penderitaan, kesengsaraan, kesulitan, tekanan mental yang datang tidak henti-hentinya.

Saudara-saudara, mengerti penderitaan berakar atau timbul dari keinginan yang berkelebihan, keinginan yang beracun keinginan yang tidak benar, kemudian mengerti kita harus menggunakan kesadaran kita dan mempertimbangkan semua keinginan dengan pengertian yang lengkap. Itulah saudara berlindung yang benar kepada Tri Ratna. Berlindung dengan cara yang demikian akan memberikan kekuatan Dhamma kepada kita. Kekuatan untuk mengurangi dan menyelesaikan penderitaan, kekuatan untuk tidak membuat penderitaan baru dengan mewaspadai, mengamat-amati, menyadari gerak-gerik keinginan kita, selera kita dan kemudian kita panggil pengertian kita untuk memberikan pertimbangan, kemudian untuk memberikan keputusan. Dengan demikian keinginan kita ini akan sesuai di jalan Dhamma. Keinginan yang membawa kita maju, sejahtera, bahagia tetapi bukan keinginan yang mengakibatkan penderitaan, beban mental, kesulitan, ketegangan dan kesengsaraan yang tidak ada habis-habisnya.

Saudara-saudara, saya ingin berhenti sebentar, sekali lagi marilah kita renungkan, bukanlah makhluk halus yang membuat kita menderita, bukan dari atas langit yang membuat kita sengsara dan kemudian dikatakan terkena percobaan atau hukuman. Tetapi keinginan yang sembrono, keinginan yang tidak terkendali, keinginan yang tidak dipertimbangkan karena tidak ada kesadaran dan kewaspadaan, keinginan itu kemudian kita turuti, merambah, berkembang dan itulah yang kemudian mengakibatkan penderitaan. Mengerti ini dengan jelas dan terang Saudara, adalah cara yang benar untuk menyelesaikan penderitaan dan itulah berlindung yang benar kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.

Saudara-saudara sekalian, tidak cukup kita menyatakan dengan sepenuh hati aku berlindung kepada Buddha, kepada Dhamma, kepada Sangha. Tetapi menggunakan kesadaran, mengamat-amati pikiran, keinginan kita, kemudian memanggil pengertian untuk memberikan pertimbangan dan keputusan, itulah cara untuk mengakhiri penderitaan. Setidak-tidaknya mengurangi penderitaan dan persoalan dalam kehidupan ini. Itulah Saudara, jalan keluar dan kekuatan yang amat besar yang diberikan oleh Guru Agung kita Sang Buddha kepada kita. Berlindung yang benar kepada Tri Ratna, Buddha Dhamma dan Sangha, seseorang akan melihat penderitaan, sebab penderitaan, jalan untuk melenyapkan penderitaan dan dengan berlindung yang benar ini, sabba dukkhapamujati, semua penderitaan akan lenyap.

[ Dari Kaset Khotbah Hut XIV Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya ]

No comments:

Post a Comment