Sunday, April 25, 2010

FILSAFAT ILMU PENGETAHUANNYA BUDDHISME Oleh : GERALD DU PRE



FILSAFAT ILMU PENGETAHUANNYA
BUDDHISME
Oleh :
GERALD DU PRE

Psikologi, atau Ilmu Jiwa, itu tidak hanya merupakan studi khusus mengenai bidang pengetahuan tertentu saja, tetapi juga membicarakan beberapa hal tentang sifat pengetahuan itu sendiri. Sama seperti itu, Filsafat Mahayana itu tidak hanya merupakan studi khusus mengenai filsafatnya Buddhisme saja, tetapi juga membicarakan filsafat pengetahuan secara umum.

Saya akan membahas Filsafat Pengetahuan (= Philosophy of Knowledge)-nya Buddhisme disini, khususnya mengenai Madhyamika atau Ajaran Jalan Tengah (= Middle Doctrine), dan akan menyampaikan argumentasi saya bahwa itu didalam realitasnya merupakan Filsafat Ilmu Pengetahuan (= Philosophy of Science) yang bersifat revolusioner.

Telah diketahui dengan baik bahwa Buddhisme itu mengenal kasunyataan empiris, - yaitu yang dinamai samvrti-satya, atau kasunyataan relative dari Aliran Madhyamika. Seperti para sarjana, umat Buddha juga menghargai penggunaan secara ketat logika dan definisi yang tepat dari istilah-istilah. Didalam Buddhisme, sama seperti pada Ilmu Pengetahuan, theori itu didasarkan pada observasi dan praktik. Umat Buddha, seperti para sarjana, juga menentang dogma, dan tidak memiliki naskah-naskah suci yang dihormati seperti terhadap authoritas-authoritas yang paling tinggi. Mereka mempercayai kebebasan bertanya dan toleransi, serta secara terus menerus mengingatkan, seperti sikap Newton, untuk menentang metafisika.

Tetapi, saya dapat mendengar bantahan-bantahan, baik dari umat Buddha, maupun dari para sarjana. Lebih penting dari semuanya, adalah bahwa filsafat Madhyamika itu meng-claim bahwa kasunyataan yang relative itu didasarkan pada sunyata, suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan paramartha-satya atau kasunyataan yang paling tinggi (= ultimate truth), yang dikatakan sebagai diluar definisi. Jadi, tampaknya, Buddhisme itu berpegang teguh pada pandangan yang religious, yaitu berpendapat bahwa ilmu pengetahuan itu membicarakan pengetahuan tentang dunia material, tetapi Buddhisme juga berpendapat bahwa dunia ini didasarkan pada sesuatu yang bersifat immaterial, tidak bersifat material -, yang keadaannya lebih riil dari keadaan riilnya dunia yang nampak ini.

Memang banyak umat Buddha yang mengatakan bahwa sunyata itu mewakili kasunyataan spiritual (= spiritual truth), yang keadaannya sangat berbeda dari kasunyataan material-nya ilmu pengetahuan. Terhadap pandangan yang demikian ini, banyak para sarjana yang menjawab bahwa filsafat Madhyamika, dengan meng-claim adanya eksistensi kasunyataan yang paling tinggi, tetapi menolak menerangkan apa sesungguhnya yang dimaksud dengan kasunyataan yang paling tinggi itu, berarti mengaburkan keseluruhan pengertian tentang pengetahuan, dan berpendapat bahwa filsafat mereka itu paling tidak bernilai, dan bahkan bersifat destruktif.

Itu di mata para sarjana jelas nampak keadaannya seperti Agama Kristen yang berpakaian baju Dunia Timur. Di Dunia Barat, para ahli theologi Kristen yang hidup di Abad Pertengahan percaya bahwa dunia spiritual, dunia surga, itu tidak dapat dilihat, namun keadaannya lebih riil dari pada dunia yang dapat kita lihat ini. Mereka mengecilkan arti pengalaman keindriaan, dengan mengatakan bahwa pengalaman keindriaan itu merupakan sumber illusi, atau kepalsuan, dan kesalahan. Kemudian, para filsuf metaphysis berpegang teguh pada hakekat pandangan yang sama seperti tersebut dimuka tadi. Para ahli filsafat pengetahuan dari Dunia Barat setuju terhadap pandangan bahwa salah satu innovasi, atau pembaharuan, dari ilmu pengetahuan, yang besar, adalah ide yang mengatakan bahwa pengalaman keindriaan, - suatu pengalaman yang diperoleh ketika organ-organ indria berkontak dengan objek -, itu menjadi basis pengetahuan. Spekulasi atau dogma tentang dunia-dunia, atau alam-alam, diluar pengalaman keindiriaan, itu bersifat metaphysis, yang dapat benar, tetapi juga dapat tidak benar.

Buddhisme itu, saya yakini, tidak memajukan, atau mendukung pandangan tentang kasunyataan, dari Agama Kristen, yang demikian itu. Di Tanah Air Pangeran Siddhartha, yaitu India, disitu doktrin-doktrin religi-nya adalah apa yang sekarang dinamai Hinduisme. Hinduisme mempunyai filsafat pengetahuan yang sangat mirip dengan pandangan tersebut diatas, yang lalu dirumuskan oleh Agama Kristen. Sama seperti pandangan Agama Kristen, Hinduisme percaya bahwa pengalaman keindriaan itu bersifat illusi, bersifat palsu, dan dipercayai pula bahwa yang riil, adalah Ke-Aku-an yang tidak tampak (= invisible Self), yang berada dibelakang dunia yang tampak ini.

Semua Umat Buddha mengetahui betapa gigihnya Pangeran Siddhartha menolak pandangan pengetahuan dari Hinduisme, dengan mengemukakan doktrin dasar dari Buddhisme, yang dinamai Anatta. Sang Buddha menolak dunia metaphysis atau dunia religious-nya Hinduisme, yang diterangkan sebagai diluar pengalaman keindriaan; dan yang berpendapat bahwa dunia tersebut lebih rill dari pengalaman keindriaan. Sang Buddha telah mengemukakan doktrinnya tentang Sunyata, atau Kekosongan (= Emptiness), sebagai jawaban yang radikal terhadap pandangan Hinduisme, dan beberapa jawaban yang radikal terhadap pandangan Hinduisme, dan beberapa abad kemudian para filsuf Madhyamika telah mempertahankan pandangan tersebut sebagai yang sama dengan istilah Tathata. 1. Jadi, Pangeran Siddhartha, dan kemudian para filsuf Madhyamika telah mengemukakan secara berulang-ulang bahwa sunyata itu tidak merupakan dunia yang bersifat metaphysis, tidak mysterious, atau kabur, dan bukan merupakan sesuatu pengertian atau konsep yang sama sekali abstrak. Jadi, itu tidak bersifat spiritual, didalam arti kata yang metaphysis atau abstrak.

"Seorang yang telah memperoleh Kemenangan atas ketidaktahuan, pernah mengatakan bahwa kekosongan itu adalah mirip sesuatu penghapus semua pandangan-pandangan; tetapi orang-orang yang telah memperoleh kekosongan itu, lalu memiliki pandangan-terang, yang tak dapat dilenyapkan dari alam pikirannya." 2.

Sunyata itu diterangkan sebagai keadaan tidak terdapatnya segala sesuatu, tetapi juga bukan keadaan yang hampa dari sesuatu. Sunyata itu bukan suatu eternalisme, atau keadaan yang abadi, namun juga bukan merupakan essensi yang selalu ada, yang terdapat dibelakang semua phenomena, atau gejala-gejala, dan pula bukan suatu nihilisme. Sunyata, berarti kekosongan (= emptiness), dan diterangkan bersifat kosong, suatu kekosongan yang sempurna. Apa yang dapat diterangkan lebih lanjut mengenai keadaan yang kosong itu?

Saya percaya bahwa bagi umat Buddha, terutama dari aliran Madyamika, filsafat pengetahuan (= philosophy of knowledge) itu adalah filsafat ilmu pengetahuan (= philosophy of science), karena saya percaya bahwa sunyata itu menunjuk kepada pengalaman, suatu pengalaman aktual itu sendiri - (= actual experience itself).

Sunyata itu berkeadaan rill, merupakan keadaan tidak terdapatnya sesuatu, namun bukan keadaan yang hampa dari sesuatu; berkeadaan jelas dan dapat dihayati secara langsung, namun tidak mungkin dapat kita tangkap pengertiannya sepenuhnya dengan fikiran kita; merupakan sesuatu yang semua sifat-sifatnya dapat disebutkan, namun hanya melalui pengalaman yang aktual sajalah kemungkinannya sunyata itu dapat ditunjukkan ciri-cirinya. Hanya dalam arti yang demikian itu filsafat Mahayana dapat mengungkapkan arti sunyata, dan yang harus dirasakan, atau dihayati sendiri oleh orang yang ingin mengetahui makna sunyata itu. Pangeran Siddhartha sendiri dengan jelas mendasarkan ajarannya atas pengalaman, dan Buddhisme secara keseluruhan itu membicarakan pengalaman. Aliran Yogacara dan Vijnanavada, dari Buddhisme, itu secara khusus mengidentifikasi sunyata dengan pengalaman.

Namun, sunyata itu bukan berarti suatu konsep tentang "pengalaman", seperti yang disarankan oleh aliran Yogacara dan Vijnanavada. Sunyata itu berarti kekosongan (= voidness = emptiness), yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah keadaan kosong dari sesuatu konsep.

Sunyata itu menunjukkan pengalaman yang aktual itu sendiri,- suatu pengalaman yang sifatnya langsung atas penglihatan, pendengaran, pencecapan, penciuman, perabaan, dan fikiran yang konseptual. Jadi, sunyata itu ada disini, ada sekarang ini, merupakan pengalaman yang aktual atas kata-kata yang terdapat didalam halaman buku ini, atas cahaya yang terdapat di kamar ini, atas penghayatan bahwa kita sedang duduk di atas kursi ini, atas kicau burung yang ada diluar kamar kita itu. Untuk menunjukkan counteraksi-nya dari kesan negatifnya, yang diberikan oleh istilah sunyata, pengalaman yang aktual ini juga ditunjukkan oleh istilah partner-nya, yaitu istilah tathata, atau kesedemikianan (= thusness = suchness = thatness). Istilah tathata, menunjukkan pengalaman yang aktual yang secara sederhana diungkapkan dengan berkata "itu" (= that"), seperti yang dilakukan seseorang yang sedang menunjukkan sebuah kamar, dengan lambaian tangannya.

Oleh karena sunyata itu menunjukkan pengalaman yang aktual, dan lalu Pangeran Siddhartha mengajarkan pandangan yang ilmiah tentang pengalaman, - yaitu dengan mengatakan bahwa yang dinamai pengalaman itu adalah sesuatu yang dapat dilihat dan dapat didengar secara langsung -, maka pengalaman itu lalu menjadi authoritas yang paling tinggi. Hal yang demikian itu menjadikan Sang Buddha merupakan filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan yang pertama di dunia. Ketika Nagarjuna berkata bahwa kasunyataan yang relative itu berdasarkan pada sunyata, beliau berarti mengatakan bahwa theori ilmu pengetahuannya didasarkan pada pengalaman yang langsung, - dan keterangan yang demikian ini secara tepat, dapat kita katakan uraiannya merupakan filsafat ilmu pengetahuan, didalam wujud intisarinya, atau didalam kalimat yang ringkas.

Lalu, mengapa Pangeran Siddharta dan Nagarjuna, keduanya menolak mengatakan secara tepat, tentang apa yang beliau maksudkan dengan istilah sunyata itu? Itu akan tidak banyak menimbulkan problema, apabila diartikan sebagai hanya berupa pengalaman keindriaan (= sense experience). Ketika para filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan, dari Dunia Barat, berbicara tentang pengalaman, yang mereka maksudkan adalah pengalaman keindriaan. Tetapi para ahli ilmu jiwa mempergunakan istilah tersebut dalam arti yang luas. Mereka sadar bahwa emosi itu merupakan bagian dari pengalaman, bahwa kata-kata dan angka-angka, serta konsep-konsep itu juga merupakan bagian dari pengalaman. Pangeran Siddhartha, seorang psychologi, atau ahli ilmu jiwa, yang ilmiah, itu memahami pengalaman didalam arti yang luas, seperti yang dimaksudkan oleh para ahli ilmu jiwa.

Sang Buddha itu memanglah pandangannya tentang pengalaman bersifat inklusif, - yaitu suatu pandangan yang tidak hanya logis, tetapi juga berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara langsung, karena beliau telah mencapai Penerangan Sempurna (= Enlightenment = Kesadaran Nirvana). Kalau orang tidak begitu mengalami kesukaran didalam memahami apa yang dimaksud dengan "pengalaman yang aktual", maka orang mengalami kesukaran jika akan memahami pengertian "pengalaman yang total", dan mudah mengalami kesalahpengertian terhadap suatu posisi philosophis, misalnya idealisme. Pangeran Siddhartha mengetahui bahwa para penganutnya akan mudah mengalami kesalah-pengertian seperti yang dimaksudkan diatas itu.
"demikianlah... yang akan dialami oleh anda
anda sekalian, di masa-masa yang akan datang. Suttanta-Suttanta yang diucapkan oleh Sang Tathagata, itu begitu dalam, begitu sangat dalam maknanya, sehingga apabila dikemukakan mengenai pengertian dunia, dan pengertian kekosongan, dengan kalimat yang biasa, mereka tidak akan mau mendengarkannya. Tetapi apabila Suttanta-Suttantanya diungkapkan didalam bentuk syair... dengan beraneka ragam kata-kata yang indah-indah, dengan aneka ragam ungkapan-ungkapan... maka mereka akan mau mendengarkannya." 3
Pengalaman yang demikian sifatnya itu, tidak dapat didefinisikan, karena semuanya ada didalam lingkupnya dan semua konsep dan definisi-definisi itu telah ada didalamnya. Tidak ada sesuatu yang dapat diperbandingkan dan dipertentangkannya. Untuk menamai pengalaman yang demikian itu akan membuatnya menjadi pengertian yang bersifat metaphysis, dan lalu dengan cepat akan mencemarkannya menjadi suatu ide tentang essensi atau substrasi yang berada dibelakang atau dibawah pengalaman yang aktual. Atas dasar ini Candrakirti menamakannya vijnana (= kesadaran atau pengalaman), yang sejenis seperti pengertian Atman atau Ke-Aku-an menurut faham Hindu (Hindu Self) didalam bentuk yang terselubung. 4. Juga :
"Apabila terdapat beberapa hal yang bersifat tidak-kosong (= non-empty), tentu juga terdapat beberapa hal yang diistilahkan sebagai kosong (= empty); lalu apabila tidak terdapat sesuatu yang sifatnya tidak-kosong, lalu dimana mungkinnya terdapat sesuatu yang sifatnya kosong?." 5.
Dan dengan demikian, baik Pangeran Siddhartha, maupun Nagarjuna, tidak mengatakan bahwa sunyata itu dapat ditunjukkan, tetapi hanya menyarankan agar orang mempelajari therapy meditasi menurut Buddhisme, yang memungkinkan sang meditator dapat memahami pengalaman total, secara langsung.

Dalam memberikan argumentasinya dari titik-kedudukan bahwa kasunyataan yang bersifat absolut dan yang paling hakiki itu hanyalah pengalaman itu sendiri, lalu Nagarjuna mengsistematisir ajaran Pangeran Siddhartha, dan kemudian mengatakan bahwa semua kata-kata, semua lambang-lambang, semua konsep-konsep itu hanya dapat membahas kasunyataan didalam sifatnya yang relative atau empiris saja.

Para sarjana menerima secara keseluruhan pembatasan atas lambang-lambang itu, dan sangat menyadari bahwa kasunyataan yang paling tinggi, yang dapat mereka harapkan untuk diperoleh adalah kasunyataan yang bersifat relative. Mereka mengetahui bahwa penggunaan dari sesuatu kata yang bersifat deskriptif itu bersifat relative hubungannya dengan pengalaman yang sedang diuraikan, dan bahwa arti dari sesuatu bagian dari suatu theori itu bersifat relative hubungannya dengan arti bagian-bagian yang lainnya. Theori-theori itu adalah merupakan model-model symbolis atau konseptual, dan tetap disesuaikan dengan keterangan dari informasi baru, yang diperoleh dari observasi, serta tetap selalu dinilai kebenarannya atas dasar theori-theori lainnya. Sebaliknya, observasi itu dapat menumbangkan keseluruhan theori dan dapat melahirkan theori yang baru. Para sarjana itu, salah satu tugasnya adalah menyusun model-model dunia. Mereka tidak pernah mempergunakan kata-kata yang sifatnya sama sekali bersifat absolut atau paling hakiki.

Oleh karena itu, Buddhisme itu tidak mengadakan argumentasi, tidak memiliki pertentangan, dengan ilmu pengetahuan. Baik Buddhisme, maupun ilmu pengetahuan, itu tidak mendewakan konsep-konsep. Keduanya memandang angka-angka dan kata-kata serta logika sebagai alat-alat yang berguna untuk melaksanakan tugas-tugas yang penting, tidak memperlakukannya sebagai tujuan itu sendiri. Jadi, umat Buddha itu menerima validitasnya ilmu pengetahuan, dan apabila mereka bersaing dengan sesuatu hypothesa ilmiah, mereka melakukannya berdasarkan landasan empiris.

Ilmu pengetahuan Dunia Barat itu tidak hanya merupakan kasunyataan yang relative; itu juga merupakan suatu sistem yang sehat, atau baik, yang mencakup segala sesuatu, dan yang paling sukses, dari kasunyataan yang bersifat relative, yang pernah diperkembangkan oleh Manusia. Itu merupakan suatu kesatuan, telah distandardisasi, bersifat akkumulatif, dan tersebar luas di dunia. Buddhisme itu dapat memperoleh keuntungan dari sistem kasunyataan relative yang demikian itu, - suatu kasunyataan relative yang berasal dari penyelidikan yang bebas, yang berakar pada sekumpulan theori yang bersifat empiris dan akkumulatif. Buddhisme mengkritik loncatan yang tak berdisiplin dari satu fakta ke fakta yang lainnya (vicikiccha). Ilmu pengetahuan Dunia Barat dapat menolong Buddhisme untuk menyatukan dan mengsistematisir dharmanya dan menghubungkannya dengan secara berhasil dengan sekumpulan theori ilmiahnya Dunia Barat.

Para filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan dari Dunia Barat mungkin telah bersiap-siap untuk menyetujui pendapat bahwa Buddhisme telah memajukan filsafat ilmu pengetahuan, seperti yang argumentasinya telah saya kemukakan dimuka tadi. Tetapi mereka mungkin berkeadaan sangat ragu-ragu tentang yang dilakukan oleh buddhisme dengan istilah Kasunyataan yang bersifat hakiki atau yang paling tinggi (= Ultimate Truth), yang akan disumbangkan oleh Buddhisme terhadap ilmu pengetahuan itu. Didalam keinginan mereka untuk menggaris bawahi bahwa ilmu pengetahuan itu hanya membicarakan kasunyataan yang relative, mereka (para sarjana, para ahli ilmu pengetahuan) itu telah memisahkan, atau mengeluarkan dari lingkupnya, semua yang absolut dan yang hakiki, dari filsafat mereka. Mungkin mereka merasa bahwa filsafat ilmu pengetahuan-nya Madhyamika itu dengan menggaris bawahi pengalaman yang total, dan kurang begitu menghargai pengalaman keindriaan, serta menamakan itu sebagai kasunyataan yang absolut, berkeadaan jauh dari bersifat revolusioner; hal yang demikian itu dikatakan sebagai bersifat "mystic" yang tidak usah dikemukakan, karena kurang perlu, dan bersifat kabur. Tetapi kita dapat mengatakan bahwa mereka berkata secara tepat, apabila mereka mengatakan bahwa pengalaman yang total itu merupakan satu-satunya kasunyataan yang absolut, atau yang hakiki, dan filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme itu bersifat begitu revolusioner.

Pertama, dengan mengemukakan perlunya dimiliki pandangan bahwa filsafat ilmu pengetahuan yang sempurna itu hendaklah memiliki kasunyataan yang hakiki atau yang paling tinggi, dan kasunyataan yang relative, dapat mencegah filsafat ilmu pengetahuan terpecah, menjadi ilmu pengetahuan yang bersifat "material" di satu fihak, dan religi yang bersifat "spiritual" dan philosophi metaphysis, di fihak satunya lagi. Pandangan filsafat ilmu pengetahuan, yang sempurna, hendaklah memiliki kedua aspek tersebut diatas.

Karena keterpecahan yang demikian itu benar-benar telah terjadi di Dunia Barat, maka kita telah mengalami penderitaan tentang dualisme itu, hingga sekarang ini. Di Dunia Barat itu perkembangan filsafat ilmu pengetahuan berjalan secara sangat lambat. Ilmu pengetahuan itu secara setingkat demi setingkat memperbedakan dirinya dari pandangan yang bersifat religious atau metaphysis mengenai kasunyataan dan pengetahuan, tetapi tidak perlu menyerang pandangan tersebut. Banyak sarjana-sarjana yang juga telah menerima kasunyataan religious tersebut, dan beberapa lainnya tetap melanjutkan bersikap demikian, bahkan hingga sekarang. Pandangan yang secara setingkat demi setingkat muncul, adalah bahwa ilmu pengetahuan itu membicarakan sejenis kasunyataan, yang bersifat praktis, dan menyangkut masalah sehari-hari, yang membicarakan bekerjanya dunia material, sedang religi, filsafat metaphysis, syair-syair, seni dan musik, itu membicarakan kasunyataan yang tidak terikat waktu, yang membicarakan dunia rohani.

Sebagai hasilnya, maka ilmu pengetahuan itu telah memperoleh reputasi yang diberi cap berkeadaan dangkal, dan bersifat tehnis, serta didalam beberapa hal bersifat terbatas dan tidak lengkap. Orang-orang mencari-cari disana-sini, tentang apa yang kurang pada ilmu pengetahuan; mereka mencarinya didalam tempat-tempat yang tampaknya kurang tepat, yaitu pada astrology, pada alchemy, dan pada black magic, tetapi juga mencarinya pada kesenian, serta pada Religi-Religi yang sudah mantap, untuk mencari yang bersifat transcendent, karena sesuatu yang sifatnya tidak mengalami perubahan-perubahan itu akan memberikan tempat yang damai bagi mereka. Namun usaha-usaha penyelidikan mereka itu biasanya sia-sia belaka.

Filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme telah menyatukan kasunyataan "material" dan kasunyataan "spiritual" didalam filsafat yang terpadu. Dengan melakukan hal yang demikian itu, filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme dapat melenyapkan sifat kekakuan yang menekan dari kasunyataan materialnya ilmu pengetahuan, dan dapat melenyapkan sifat spiritualnya dari semua sifat metaphysisnya ilmu pengetahuan, dan membawanya kembali ke pengalaman langsung, yang dihayati di dunia nyata ini, dan sekarang ini.

Didalam Buddhisme, perkataan rohani (= spirit), apabila digunakan, berarti pengalaman aktual yang bersifat total. Itu tidak pernah berarti essensi, atau roh (= soul), atau suatu alam ideal yang makhluk yang bersifat abadi (= immortal being). Apabila perkataan "spiritual" dipakai pada Buddhisme, maka itu yang dimaksudkan adalah pengalaman. Itu menunjukkan bukan terhadap sesuatu pengalaman yang khusus, tetapi kepada pengalaman total, dan terhadap pemahaman yang langsung atas pengalaman total, melalui penghayatan Penerangan Sempurna. Pengalaman yang sama, yang menjadi basis ilmu pengetahuan, didalam keseluruhannya, menjadi basis dari kebebasan.

Didalam Buddhisme aliran Mahayana, yang dinamai zat (= matter), adalah pengalaman yang dikonseptualisasikan. Agar supaya membentuk suatu model yang bersifat simbolis atau konseptual, dari pengalaman, yaitu misalnya pengalaman mengenai dunia, atau tubuh, atau otak, tugas kita akan terasa enak, tidak sukar, apabila kita mau menganggap pengalaman itu sebagai zat (= matter = stuff), Dunia material itu sesungguhnya tidak berat, padat, atau menekan. Itu hanyalah merupakan suatu model konseptual dari pengalaman, yang juga ada didalam pengalaman. Jadi, istilah rupa, yang dipergunakan oleh Buddhisme aliran Theravada, itu berarti zat (= matter), dan oleh aliran Mahayana, berarti bentuk (= form), atau model konseptual.

Filsafat pengetahuannya Mahayana, tentang alam, itu terbagi menjadi roh (= spirit) dan zat (= matter), dan mentransformasikannya menjadi kekosongan (= emptiness) dan bentuk (= form), yaitu menjadi pengalaman total dan model-model konseptual. Dan itu mentransformasikan pandangan yang religious dari dunia material, yang muncul dari dan berada didalam dunia spiritual, menjadi pandangan ilmiah tentang model-model konseptual, yang muncul dari dan berada didalam pengalaman aktual yang bersifat total.

Itu cukup bersifat revolusioner, tetapi filsafat ilmu pengetahuannya Mahayana, memiliki keterangan lebih lanjut. Dengan mengatakan bahwa pengalaman aktual yang bersifat total, itu saja yang merupakan kasunyataan yang hakiki, maka itu membuat tidak bersuaranya semua metaphysika, baik yang ada didalam, maupun yang ada diluar, dari ilmu pengetahuan. Itu memperkuat fakta bahwa kasunyataan yang ilmiah itu tidak pernah lebih dari kasunyataan yang relative, yang memiliki nilai yang besar, tetapi diterangkan lebih lanjut, dan dikatakan bahwa suatu kasunyataan, yang verbal, atau yang numerical, yang sifatnya religious, dan philosophis, atau jenis lainnya semacam itu, dapat juga tidak pernah meng-claim untuk berkeadaan lebih besar nilainya dari pada kasunyataan yang bersifat empiris dan relative. Itu menolak validitasnya sesuatu kasunyataan yang absolut dan yang hakiki lainnya, dengan pernyataan oleh sesuatu system non-ilmiah dari fikiran, karena adalah tidak mungkin ada sesuatu, yang berada diatas, disebelah sananya, atau diluar pengalaman yang bersifat total.

Penolakan Pangeran Siddhartha terhadap Ke-Aku-an Hindu (= Hindu Self) itu mungkin dapat diperluas sampai kepada Yang Absolut dari sesuatu filsafat yang metaphysis, Dewa, Surga, dan Neraka, saya fikir, oleh karena itu juga "Diri saya"; semuanya adalah konsep-konsep, hanya kata-kata, yang terdapat didalam pengalaman. Semua kumpulan fikiran, - dari Agama-Agama, Filsafat-Filsafat, dan Buddhisme itu sendiri semuanya adalah model-model konseptual, dan semua terbuka bagi testing secara langsung, terhadap pengalaman dengan sifat ketatnya dari methode ilmiah. Bahkan apabila Surga dan Neraka itu ternyata, setelah dibuktikan secara ilmiah, benar-benar ada, itu tetap hanya merupakan bagian dari pengalaman total, dan tidak akan dapat didalam cara apa pun, melebihi, atau bersifat transcendent, diatas pengalaman total.

Nagarjuna, bahkan melangkah lebih lanjut lagi, - yaitu didalam arah bersaing dengan yang absolut lainnya, didalam system pemikiran lainnya. Beliau tidak menyampaikan argumentasinya dari sudut pandangan ilmiahnya sendiri, dan menyadari bahwa itu adalah hanya salah satu dari banyak sudut pandangan ilmiah lainnya. Nagarjuna mempergunakan methode dialectic, yaitu beliau menyampaikan seperangkat uraian, untuk membuktikan ketidak-benaran dari semua filsafat metaphysis, atas dasar istilahnya sendiri. Inilah sebabnya mengapa tulisan-tulisan Nagarjuna itu penuh dengan begitu banyak hal-hal yang sangat cemerlang, tetapi dengan analisa philosophis yang sangat sukar.

Dia membuktikan bahwa tidak ada religi atau philosophi yang secara logis dapat mendukung pernyataannya sendiri, dengan mengatakan bahwa pengetahuannya meliputi kasunyataan yang absolut, dan dengan demikian memungkinkan filsafat ilmu pengetahuannya meng-claim bahwa hanya filsafat ilmu pengetahuannya sendiri yang merupakan filsafat pengetahuan yang valid.

Kalau kita ringkaskan semua yang telah kita kemukakan diatas itu, maka dapatlah kita jelaskan bahwa filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme itu sungguh-sungguh bersifat revolusioner, dengan alasan-alasan sebagai berikut ini :

Ilmu-ilmu pengetahuan mengetahui bahwa kasunyataan yang ilmiah adalah bersifat relative atau empiris, serta didasarkan pada pengalaman yang aktual. Buddhisme juga menerima kasunyataan empiris, dan mendapati bahwa itu terdapat pada sunyata. Saya percaya bahwa Sunyata itu menunjuk kepada pengalaman yang aktual, dan dengan demikian Buddhisme juga berkata bahwa kasunyataan yang empiris itu haruslah terdapat pada pengalaman yang aktual.

Saya percaya bahwa filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme itu bersifat revolusioner, karena tidak didasarkan kepada pengalaman keindiriaan, tetapi didasarkan kepada pengalaman total; dan karena Buddhisme mengatakan bahwa hanya pengalaman aktual yang total saja yang merupakan kasunyataan yang hakiki, atau yang paling tinggi. Ini mencegahnya untuk tidak mengalamai pecahnya menjadi ilmu pengetahuan yang sifatnya "material", yang berat, dan prosaic, serta religi, philosophi, dan seni, yang sifatnya "spiritual", liberal, dan transcendent. Itu mencakup yang bersifat "material", dan yang bersifat "spiritual", technology dan liberal, yang keduanya terdapat pada satu filsafat ilmu pengetahuan. Lagi pula, itu secara khusus menolak kasunyataan yang religious, dan metaphysis, dan mengemukakan claimnya bahwa hanya filsafat ilmu pengetahuan (= philosophy of science) saja, satu-satunya yang valid, dari filsafat pengetahuan (= philosophy of knowledge) yang ada.

Kalau Dunia Barat itu sangat hebat didalam hal systematisasinya dan applikasinya kasunyataan empiris, maka Dunia Timur, memiliki, pada Buddhisme, suatu filsafat ilmu pengetahuan yang lebih tua dan lebih maju dari pada yang dimiliki Dunia Barat. Seluruh sejarah ilmu pengetahuan itu perlu ditulis ulang kembali. Pangeran Siddhartha, yang kemudian menjadi Buddha, itu adalah merupakan filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan, yang pertama, yang memberikan kepada Dunia Timur, tradisi ilmiah setua seperti yang dimiliki oleh Dunia Barat, dan sumbangan utamanya kepada Dunia Filsafat, adalah berupa meletakkan dan membuat filsafat ilmu pengetahuan bersifat universal dan revolusioner.

 (Sumber: http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=907&multi=T&hal=0)
REFERENSI:
1. T.R.V. Murti "The Central Philosophy of Buddhisme" (= Filsafat Central-nya Buddhism), Penerbitan: George Allen and Unwin, London, 1960, yang terhadap mana, artikel ini banyak menggambil bahan
2. Madhyamika Karika,
Bab. 13.8
Diterjemahkan dari "Early Madhyamika in India and China" (= Madhyamika pada masa-masa awal di India dan China), oleh Richard H. Robinson
3. Samyutta-Nikaya II
Bab : XX.7
Pali Text Society (= Perhimpunan Studi Naskah-Naskah berbahasa Pali)
4. Madhyamakavatara
Bab. VI
5. M.K. Bab. 13.7 Lihat catatan diatas.

Monday, April 19, 2010

Tuntunan Meditasi Cinta Kasih (Metta Bhavana) oleh Ajahn Chah

 
Tuntunan Meditasi Cinta Kasih
(Metta Bhavana)

oleh Ajahn Chah


Meditasi ini dapat dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok dengan salah seorang di antaranya membacakan instruksi dengan perlahan dan suara yang halus. Tanda titik titik pada akhir paragraf menunjukkan suatu masa hening sebelum masuk ke instruksi berikutnya. Disarankan meditasi ini dilakukan selama kurang lebih satu setengah jam.
Meditasi ini adalah meditasi cinta-kasih. Meditasi dilakukan dengan menggunakan teknik visualisasi yang sederhana dengan menggunakan pikiran kita yang biasa kita gunakan untuk berpikir. Sebagai contoh, jika saya menyarankan untuk membayangkan sebuah bunga, kita akan dapat melakukannya dengan mudah. Tidak peduli apakah bunga itu adalah bunga mawar atau bunga teratai, atau apapun warnanya itu, atau bahkan bagaimanapun jelasnya objek itu tergambar di dalam batin anda –- sesuatu yang berproses dengan lancar itu sudah cukup.

Sekarang duduklah dengan tegak, perhatikan jika ada ketegangan pada wajah anda. Kendorkan ketegangan di sekitar mata, sekitar rahang dan mulut. Arahkan perhatian anda pada daerah sekitar hati/dada –- suatu daerah di tengah-tengah dada, di sekitar tulang dada dan sekitar tulang rusuk. Tarik napas dan rasakan napas. Rasakan seolah-olah anda bisa menarik napas dan mengeluarkan napas dari daerah di tengah-tengah dada anda itu. Pada saat anda menarik napas, katakan kepada diri anda: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK –-mengharapkan diri sendiri sehat sejahtera, biarkan muncul dengan alami suatu perasaan simpati yang halus terhadap diri anda. Biarkan masa lalu terjadi, lepaskan ia; dan pada saat ini, pusatkan saja perhatian anda pada napas, pada hati/dada, serta pada pikiran simpati yang muncul, dengan alami dan seimbang. Tarik napas dan katakan pada diri anda sendiri: SEMOGA ORANG LAIN JUGA DALAM KONDISI YANG BAIK. Secara alami kembangkan irama ini –- menarik napas: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK, mengeluarkan napas: SEMOGA ORANG LAIN DALAM KONDISI YANG BAIK. … … Jika pikiran berkelana, maka dengan halus, wajar dan penuh kesabaran, tarik kembali perhatian anda. Ada suatu pergerakan yang lembut, kembali pada daerah sekitar dada, pada napas, pada perasaan simpati -– tarik napas: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK, keluarkan napas: SEMOGA ORANG LAIN DALAM KONDISI YANG BAIK. … …

Apa yang kita lakukan adalah mencoba menyelaraskan diri kita dengan energi cinta-kasih dan kasih-sayang di alam semesta. Membuka diri dan menyerap energi tersebut, membiarkannya masuk ke dalam diri kita, menyegarkan diri kita, melalui napas dan kekuatan pikiran sebagai media aliran energi tersebut. Tarik napas: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK. Kemudian salurkan energi itu kepada setiap orang: SEMOGA ORANG LAIN DALAM KONDISI YANG BAIK. … … Pertahankan ketenangan dan kehalusan napas anda, biarkan energi napas menyegarkan diri kita; tarik napas ke daerah sekitar dada, keluarkan napas dari daerah sekitar dada. ……

Membuka diri terhadap energi cinta kasih dari alam semesta. Tarik napas, biarkan diri anda menjadi lebih peka dan lebih banyak menyerap energi tersebut. Keluarkan napas, hati anda menjadi lebih terbuka dan lebih luas, pancarkan keluar: SEMOGA ORANG LAIN SELALU DALAM KONDISI YANG BAIK. … … Dan pada saat kita telah siap… tarik napas yang dalam dan halus ke daerah sekitar dada, biarkan perasaan cinta kasih dan energi napas memenuhi diri kita. Tahan sebentar dengan alami, dengan nyaman. Biarkan perasaan cinta kasih masuk semakin dalam dan menguatkan perasaan nyaman tersebut. Biarkan ia memenuhi seluruh tubuh kita, meresap ke dalam tubuh. Keluarkan napas, dengan perlahan dan halus, dari daerah sekitar dada: SEMOGA ORANG LAIN DALAM KONDISI YANG BAIK. Lakukan itu beberapa kali –- napas masuk yang dalam, tahan sebentar dan keluarkan. … …

Sekarang, kita mulai dengan visualisasi dan bekerja lebih banyak pada napas-keluar. Terus menjaga napas masuk anda seperti sebelumnya, napas masuk ke dalam daerah sekitar dada dengan pikiran: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK. Untuk napas keluar, mula-mula bayangkan dalam pikiran anda sosok ayah dan ibu kita – tidak peduli di mana pun mereka berada, dekat atau jauh, masih hidup atau pun sudah meninggal. Bayangkan kedua-duanya sekaligus atau satu per satu -- tergantung mana yang paling mudah dilakukan. Bayangkan mereka berada beberapa meter di depan kita, dan pada saat kita mengeluarkan napas, arahkan pikiran-pikiran simpati dan penerimaan kita terhadap mereka. Jadi, tarik napas dengan pikiran: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK...dan pada saat mengeluarkan napas, dengan membayangkan sosok ayah dan ibu kita: SEMOGA MEREKA DALAM KONDISI YANG BAIK. … …

Berikutnya: bawa ke dalam pikiran kita, guru-guru spiritual kita, yakni mereka yang telah menolong kita, membimbing kita, mendorong kita dan memberikan petunjuk kepada kita dalam hidup kita. Bersama napas-keluar, dengan sikap perasaan berterima kasih, pikirkan: SEMOGA MEREKA DALAM KONDISI YANG BAIK. … … Bawa ke dalam pikiran anda sekarang, keluarga kita; suami/istri kita, anak-anak, kakak dan adik kita, bisa sekaligus dalam satu kelompok atau satu per satu. Bersama napas-keluar, dengan perasaan kasih sayang, pikirkan: SEMOGA MEREKA DALAM KONDISI YANG BAIK. … …

Sekarang bawa ke dalam pikiran anda, teman terdekat kita atau teman-teman yang lain, yang kita rasakan akan mendapatkan manfaat dari pikiran-pikiran simpati kita. Bersama napas-keluar, bawa mereka ke dalam pikiran dan berharap semoga mereka dalam keadaan yang baik; suatu rengkuhan yang lembut, suatu sikap penuh kasih sayang. ......

Tarik napas ke daerah sekitar dada: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK. Keluarkan napas dari daerah sekitar dada: SEMOGA MEREKA DALAM KONDISI YANG BAIK. Bawa ke dalam pikiran anda sekarang, mereka yang berlatih bersama-sama kita, mereka berada di sekitar kita; arahkan pikiran kita keluar, melingkupi mereka semua: SEMOGA MEREKA SEMUA DALAM KONDISI YANG BAIK DAN DAMAI. … …

Sekarang bawa ke dalam pikiran, bentuk Bumi kita seperti kita melihatnya dari luar angkasa. Arahkan pada objek yang penuh warna-warni tersebut, pikiran-pikiran kita: SEMOGA SEMUA MAKHLUK DALAM KONDISI YANG BAIK. Keluarkan napas: SEMOGA SEMUA MAKHLUK DALAM KONDISI YANG BAIK. … …

Dan sekarang bawa ke dalam pikiran kita, suatu bentuk dari kekosongan yang luas dan tak terbatas. Arahkan pikiran kita ke ruang yang tak terbatas itu: SEMOGA SEMUA MAKHLUK DALAM KONDISI YANG BAIK. Biarkan pikiran anda terbuka luas; biarkan hati anda terbuka seluas-luasnya. Tiada lagi batasan antara tubuh anda dengan alam semesta –- tiada batasan – luas – menembus ruang dan waktu. … …

Sekarang dengan hati-hati, dengan sedikit lebih memfokus, bawa kembali perhatian kita ke arah daerah di sekitar dada, suatu titik di tengah-tengah dada kita. Tarik napas dengan halus dan dalam serta munculkan pikiran: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK. Tahan sebentar... biarkan pikiran, sebagai perasaan yang simpati tersebut, menyebar ke seluruh tubuh, memberikan energi dan menyegarkan kita. Kemudian dengan perlahan dan halus, keluarkan napas melalui daerah sekitar dada. Lakukan hal yang sama satu atau dua kali – tarik napas yang dalam, tahan sebentar dan keluarkan. … …

Sekarang bawa ke dalam pikiran, seseorang yang pernah anda sakiti, baik secara disengaja ataupun tidak, yang masih hidup maupun yang sudah meninggal... dan dengan menyebut nama orang itu, katakan: MAAFKANLAH SAYA... Ingat kembali mereka yang pernah anda sakiti... sebut nama mereka dan katakan: MAAFKANLAH SAYA.

Berikan perhatian yang dalam pada daerah sekitar dada. Biarkan ia tetap terbuka... dan sekarang bawa ke dalam pikiran anda, seseorang yang pernah menyakiti anda. Sebut nama orang itu dan katakan: SAYA MEMAAFKAN KAMU... Bawa ke dalam pikiran seseorang yang menyakiti anda, sebut nama orang itu dan katakan: SAYA MEMAAFKAN KAMU.

Sekarang dengan menyebut nama kita sendiri, katakan: SAYA MEMAAFKAN KAMU... Dengan menyebut nama kita sendiri, katakan: SAYA MEMAAFKAN KAMU... dan... KAMU SAYA MAAFKAN... KAMU SAYA MAAFKAN.

Menyatulah dengan perasaan-perasaan kasih sayang itu. Bawa perasaan-perasaan itu ke dalam hati anda; rangkul mereka dengan lembut... Sekarang dengan hati-hati, kembalilah ke napas –- energi napas masuk ke dalam daerah sekitar dada: SEMOGA SAYA DALAM KONDISI YANG BAIK. Resapi dan penuhi diri anda dengan perasaan tersebut. Kemudian keluarkan napas melalui daerah sekitar dada: SEMOGA ORANG LAIN JUGA DALAM KONDISI YANG BAIK.

Begitu sederhana –- menarik napas, menyatu dengan energi. Mengeluarkan napas, mendoakan agar semua orang selalu dalam kondisi yang baik. Mengeluarkan napas untuk semua orang. ...

[ Sumber: SEEING THE WAY, Buddhist Reflections on the Spiritual Life, An anthology of teachings by English-speaking disciples of Ajahn Chah. Alih bahasa: Junarto Mintaredja.] 
 Sumber: http://www.what-buddha-taught.net/BI/Ajahn_Chah_Meditasi_Cinta_Kasih.htm 

Friday, April 16, 2010

BAKTI KEPADA ORANG TUA Oleh : Mettadewi W., S.H., Ag


BAKTI KEPADA ORANG TUA
 Oleh : Mettadewi W., S.H., Ag.

PENDAHULUAN 

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya. Mereka sering menyalahkan orang tuanya karena mereka menganggap bahwa orang tuanya tidak memberikan cinta kasih dan perhatian yang penuh kepada mereka. Mereka selalu menuntut cinta kasih dan perhatian dari orang tuanya karena mereka menganggap bahwa cinta kasih dan perhatian itu wajib diberikan oleh orang tua kepada mereka.. Mereka tidak menyadari bahwa anak yang baik seyogyanya tidak menuntut cinta kasih dan perhatian, tetapi melakukan kewajibannya dengan baik. 

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang selalu menuntut agar orang tuanya dapat menjadi manusia yang sempurna dalam berbagai hal, seperti Ariya Puggala (makhluk suci). Anak-anak selalu menuntut agar orang tuanya berkelakuan baik dan bertutur kata ramah, tanpa pernah mengoreksi dirinya sendiri. Anak-anak selalu melihat sifat-sifat buruk yang dimilikinya oleh orang tuanya, tanpa pernah menyadari bahwa orang tuanya yang belum mencapai kesucian itu masih dapat berbuat salah. Anak-anak selalu mencela dan membenci orang tuanya jika orang tuanya berbuat salah. Tanpa pernah berusaha memberitahu kesalahan orang tuanya dengan cara yang bijaksana. Anak-anak tidak pernah menyadari bahwa orang tuanya dapat berwatak keras itu sesungguhnya karena pengalaman masa lalunya. Anak-anak tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya tidak mudah untuk merubah sifat dan watak orang tuanya yang keras itu. Anak-anak tidak pernah menyadari bahwa jika mereka tidak dapat merubah sifat dan watak orang tuanya yang keras itu, maka seharusnyalah mereka merubah pikiranya sendiri. 

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang tidak menghormati dan tidak patuh kepada orang tuanya. Mereka sering mendelik, menentang, dan membangkang orang tuanya. Mereka datang dan pergi dari rumah tanpa memberitahukan kepada orang tuanya. Mereka pergi meninggalkan rumah pagi-pagi sekali dan kembali sampai jauh malam. Mereka tidak mengacuhkan teguran-teguran dan peringatan-peringatan yang diberikan orang tuanya. 

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang sukar dididik dan diatur. Mereka keras kepala, malas, dan dungu. Mereka tidak mempunyai keinginan untuk belajar. Mereka berteman dengan orang-orang jahat dan segera meniru kebiasaan-kebiasaan jahat tersebut. Mereka menjadi nakal, suka berkelahi, gemar berjudi, tidak perduli lagi pada moral, terjerumus dalam kehidupan seks yang salah, masuk dalam kenikmatan narkotika, ganja, dan sejenisnya. Kemudian, mereka menarik saudara-saudaranya untuk ikut berbuat jahat, sehingga menambah kesedihan ornag tuanya. 

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang tidak memperdulikan kesejahteraan, kebahagiaan, dan kesehatam orangtuanya. Mereka tidak pernah menanyakan apakah orangtuanya tidak menderita panas atau dingin, lapar atau haus. Mereka tidak pernah menanyakan, apakah orangtuanya dapat tidur nyenyak dan beristirahat dengan tenang. Mereka tidak pernah menanyakan apakah orangtuanya tidak menderita sakit apapun. Mereka tidak pernah melayani orangtuanya dengan baik. Mereka tidak pernah memperhatikan kesusahan orangtuanya, Mereka tidak pernah mengetahui bahwa orangtuanya sering menangis, meratap, dan berkeluh kesah. 

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang melupakan kebaikan orang tuanya. Mereka tidak menyadari pengorbanan yang amat besar yang telah diberikan oleh orang tuanya kepada mereka. Mereka tidak tahu berterima kasih kepada orang tuanya. Mereka tidak berbakti kepada orang tuanya. Mereka tidak berusaha menghibur dan membahagiakan orang tuanya. Mereka tidak berusaha memenuhi keinginan-keinginan orang tuanya. Mereka baru menyadari semua itu ketika orang tuanya sudah meninggal dunia. Mereka baru menyesali semua sikap dan tingkah lakunya sebagai anak yang tidak berbakti. Penyesalan memang selalu datang terlambat. 

Dalam kitab suci Dhammapada Bab V ayat 67, Sang Buddha bersabda,
“Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan
membuat seseorang menyesal,
maka perbuatan itu tidak baik.
Orang itu akan menerima akibat perbuatannya
dengan ratap tangis dan
wajah yang bergelimang air mata.”


PENGORBANAN ORANG TUA

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan manusia didunia ini tidak terlepas dari jasa dan pengorbanan orang tuanya. Pengorbanan orang tua telah diberikan sejak ibu mengandung, melahirkan, sampai anak-anaknya dewasa dan menikah, bahkan sampai orang tua meninggal dunia. Orang tua selalu berkorban untuk anak-anaknya, paling tidak dengan pemikiran kehidupan anak-anaknya. 

Pada saat ibu mengandung badannya seolah-olah menjadi seberat gunung. Selama mengandung, ibunya merasakan kesusahan setiap kali bangun tidur, seolah-olah mengangkat beban yang berat. Sepanjang hari, ibu terasa mengantuk dan lamban. Seperti orang sakit parah, ibu tidak mampu menelan makanan dan minumam dengan baik. Setiap hari ibu selalu gelisah memikirkan anaknya yang akan lahir, apakah cacat atau normal. Ibu juga khawatir dan takut akan kematian. 

Setelah sepuluh bulan berlalu, ibu menderita berbagai macam kesakitan waktu melahirkan. Ibu mempertaruhkan kehidupannya sendiri pada saat melahirkan anaknya. Darah ibu mengalir laksana darah seekor domba yang mengucur ketika disembelih. Ibu sangat letih dalam badan dan pikiran. Namun, ketika mendengar bahwa anaknya terlahir normal dan sehat, ia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah. Tetapi sesudah itu, kesedihan datang kembali, karena rasa sakit kembali menyerang tubuhnya untuk beberapa waktu lamanya. 

Setelah anak lahir, ibu menggendongnya dan memberikan air susu yang merupakan darahnya sendiri. Ibu mengasuh anaknya dengan penuh kasih sayang. Ibu membersihkan kotoran anaknya tanpa merasa jijik. Ibu dan juga ayah menjaga anaknya siang dan malam. Mereka tidak pernah tidur nyenyak, karena selalu diganggu oleh tangis anaknya. Mereka tidak pernah memikirkan rasa laparnya, tetapi mereka selalu mengusahakan agar anaknya mendapat makanan dan minuman yang cukup. 

Ibu dan ayah selalu mencintai dan berusaha membahagiakan anak-anaknya. Mereka selaku berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dengan rela, mereka menderita untuk kepentingan anak-anaknya. Mereka, terutama ayah, berusaha bekerja keras mencari uang untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Mereka berusaha memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak-anaknya, sehingga kelak anak-anaknya dapat bekerja sendiri. 

Orang tua memikirkan anak-anaknya. Orang tua ikut bersuka cita akan kebahagiaan anak-anaknya dan turut berduka akan kesulitan anak-anaknya. Bila anak bekerja berat, orang tuanya merasa sedih. Bila anak bepergian jauh, orang tua merasa khawatir akan keadaan anaknya. Dari pagi hingga malam, hati mereka selalu bersama anak-anaknya. Mereka selalu berdoa agar anak-anaknya selamat sejahtera, dan bahagia. 

Orang tua tidak pernah merasa bosan untuk mendidik dan membimbing anak-anaknya. Mereka mengajarkan sila atau kelakuan bermoral kepada anak-anaknya, dengan harapan agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi manusia yang bermoral baik. Mereka berusaha menumbuhkan hiri (malu berbuat jahat) dan ottappa (takut akan akibat perbuatan jahat) dalam diri anak-anaknya. Mereka berusaha menanakan ajaran cinta kasih, kerelaan memberi, menghormati yang lebih tua, toleransi, sopan santun, mempunyai tanggung jawab, dan lain-lain. 

Orang tua selalu berusaha melaksanakan kewajiban-kewajibannya, seperti yang tercantum dalam Sigalovada Sutta, dengan baik dan secara ikhlas. Terdapat lima kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya, yaitu :
1. Mencegah anaknya berbuat jahat.
2. Menganjurkan anaknya berbuat baik
3. Melatih anaknya untuk dapat bekerja sendiri
4. Mempersiapkan pasangan yang sesuai bagi anaknya.
5. Memberikan warisan pada waktu yang tepat.

BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA 

Jasa orang tua amat besar dan sulit terbalas oleh anak-anaknya selama hidupnya. Dalam Anguttara Nikaya Bab IV ayat 2 Sang Buddha memberikan perumpamaan sebagai berikut : “ Bila seorang anak menggendong ayahnya dipundak kiri dan ibunya di pundak kanan selama seratus tahun, maka anak tersebut belum cukup membalas jasa kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.” 

Anak-anak amat berhutang budi kepada orang tuanya. Tanpa kasih sayang dan pengorbanan orang tua, anak-anak tidak mungkin dapat hidup bahagia. Sang Buddha pernah mengatakan bahwa orang tua laksana “ Brahma” bagi anak-anaknya. Oleh sebab itu, Anak-anak seyogyanya berbakti kepada orang tuanya. Sanak-anak seyogyanya merasa gembira dan bahagia bila berkumpul dengan orang tuanya. Anak-anak seyogyanya berlaku baik dan sopan terhadap orang tuanya. 

Dalam Dhammapada bab XXIII ayat 332, Sang Buddha bersabda, “Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan. Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini, berlaku baik terhadap Para Ariya juga merupakan kebahagiaan.” 

Anak–anak seyogyanya berusaha melakukan kewajibannya sebagai anak dengan sebaik-baiknya. Dalam Sigalovada Sutta diuraikan mengenai 5 macam kewajiban anak kepada orang tuanya, yaitu,
  1. Merawat dan menunjang kehidupan orang tuanya terutama dihari tua mereka.
  2. Membantu menyelesaikan urusan-urusan orang tuanya.
  3. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarganya.
  4. Mempertahankan kekayaan keluarga, tidak menghambur-hamburkan harta orang tua dengan sia-sia.
  5. Memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia.

1. Merawat dan menunjang kehidupan orang tua.
Anak-anak seyogyanya merawat dan menunjang kehidupan orang tuanya yang telah tua dengan hati yang tulus ikhlas. Anak-anak seyogyanya menanyakan kesehatan orang tuanya. Jika sakit, anak-anak seyogyanya mengajak orang tuanya berobat ke dokter, membantu meminumkan obat, menghiburnya, dan sebagainya. Anak anak seyogyanya membawakan makanan dan minuman yang enak bagi orang tuanya. Anak-anak seyogyanya menyempatkan diri untuk menemani orang tuanya pergi ke Vihara atau jalan-jalan ke tempat rekreasi. 

Anak-anak seyogyanya menyediakan tempat tinggal yang layak bagi orang tuanya yang ingin menginap. Anak-anaknya tidak patut menolak kedatangan orang tuanya yang ingin menginap. Anak-anak tidak patut saling melempar tanggung jawab diantara mereka dalam hal merawat dan menampung orang tuanya. Seharusnya anak berbahagia jika orang tuanya memilih tinggal dirumahnya, karena anak tersebut mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membalas kebaikan orang tuanya. Anak yang berbakti tidak akan menempatkan orang tuanya di rumah jompo, walaupun dengan alasan orang tuanya lebih senang karena banyak teman.
 
2. Membantu menyelesaikan urusan-urusan orang tuanya.
Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti mempunyai barbagai masalah, termasuk orang tu kita. Anak-anak seyogyanya berusaha membebaskan orang tuanya dari berbagai masalah dan kekhawatiran. Anak-anak seyogyanya menanyakan masalah-masalah yang dihadapi oleh orang tuanya dengan lemah lembut. Kemudian, anak-anak berusaha menghibur orang tuanya dengan mengatakan bahwa semua masalah pasti dapat terpecahkan. Tidak ada problem yang tidak terselesaikan. Tidak ada kesulitan yang tidak ada akhirnya. Selanjutnya, anak-anak berusaha membantu memecahkan masalah-masalah orang tuanya tersebut.
 
3. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarga.
Anak-anak seyogyanya bertutur kata sopan dan berkelakuan baik. Anak-anak seyogyanya menjalankan Pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-hari, yang berarti berusaha menghindari kejahatan. Anak-anak seyogyanya berusaha menambah kebaikan dengan berdana dan lain-lain. Anak-anak seyogyanya berusaha membersihkan pikirannya dari lobha (keserakahan), dosa ( kebencian), dan moha ( kebodohan). Anak-anak seyogyanya berusaha mengembangkan nialai-nilai spiritual dalam batinnya; melatih diri untuk menjadi baik; melatih kesabaran, toleransi, simpati, rendah hati, ramah, jujur, bijaksana, dan memiliki kesederhanaan. Dengan mempraktekkan ajaran-ajaran Sang Buddha dalan kehidupan sehari-hari anak, tersebut telah dapat menjaga nama baik dan kehormatan keluarga.
 
4. Mempertahankan kekayaan keluarga.
Hasil jerih payah orang tua selama hidup merupakan harta warisan yang perlu di jaga agar dapat membawa manfaat. Anak-anak harus memanfaatkan harta tersebut dangan sebaik-baiknya untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
 
5. Memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia.
Setelah orang tua meninggal dunia, anak-anak patut melakukan pattidana atau berbuat jasa kebaikan yang dilimpahkan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia tersebut. Jasa-jasa kebaikan yang dapat dilakukan oleh anak itu antara lain:
  1. Memanjatkan paritta-paritta suci
  2. Mencetak buku-buku Dhamma.
  3. Berdana kepada vihara-vihara yang membutuhkan
  4. Mempersembahkan jubah, Makanan, obat-obatan kepada Bhikkhu Sangha.
  5. Melepas semua makhluk hidup, seperti burung, kura-kura, ikan.
Itulah lima kewajiban yang seyogyanya dilakukan oleh anak kepada orang tuanya. Anak-anak seyogyanya berbakti kepada orang tua ketika masih hidup, karena itu akan lebih besar manfaatnya jika dibandingkan setelah orang tua meninggal dunia. Anak-anak seyogyanya berusaha menyempatkan diri di antara kesibukan-kesibukannya untuk mengunjungi dan memperhatikan orang tuanya. Jika anak-anak membutuhkan cinta dan perhatian dari orang tuanya, maka sesungguhnya orang tua juga membutuhkan cinta dan perhatian dari anak-anaknya. 

Dalam masyarakat kadang-kadang terjadi bahwa anak-anak yang sudah menikah mendapat banyak rintangan ketika ingin berbakti kepada orang tuanya. Anak laki-laki yang sudah menikah mungkin diancam oleh isterinya sedemikian rupa, sehingga ia takut dan mengikuti segala keinginan isterinya untuk tidak membantu dan memperhatikan orang tuanya. 

Hal ini dapat pula terjadi terhadap anak-anak perempuan yang sudah menikah. Ia dilarang oleh suaminya untuk berhubungan dengan orang tuanya. Ia dilarang untuk membantu orang tuanya yang kadang-kadang memang sedang dalam kesulitan. Ia tidak didukung oleh suaminya ketika ingin berbakti kepada ornag tuanya, bahkan ia dikritik dan dicela. Akhirnya, ia akan menjadi ragu dan bimbang, dan kemudian berhenti berbakti kepada orang tuanya. Sebab, ia tidak memiliki keberanian untuk merealisasikan niat baiknya itu. Ia menyadari semua tindakannya yang keliru setelah orang tuanya meninggal dunia. Ia menyesal, tetapi terlambat. Yang ia dapat lakukan kemudian adalah pelimpahan jasa atau pattidana. 

Sesungguhnya, umat Buddha yang baik tidak gentar terhadap kritikan dan celaan, apalagi dalam hal berbuat baik, seperti berbakti kepada orang tua. Sang Buddha pernah mengatakan, “ Janganlah berhenti berbuat baik hanya karena Anda dikritik. Jika Anda memiliki keberanian untuk melaksanakan perbuatan baik, walaupun dikritik, maka sesungguhnya Andalah orang besar dan dapat berhasil dimana pun.” 

Sesungguhnya, anak-anak yang baik akan tetap berbakti kepada orang tuanya walaupun orang tuanya berwatak keras dan berkelakuan buruk. Anak-anak yang baik akan menyadari kebenaran hukum karma, bahwa ia bisa mempunyai orang tua yang berwatak keras dan berkelakuan buruk itu juga disebabkan oleh karma lalunya yang kurang baik. Anak-anak yang baik tidak akan mencela dan membenci orang tuanya yang berbuat salah, karena ia meyadari bahwa orang tuanya yang belum mencapai kesucian itu masih bisa berbuat salah. Anak-anak yang baik tidak akan menganiaya atau membunuh orang tuanya yang mencaci makinya, karena ia memiliki hiri dan ottappa. Anak-anak yang baik akan dapat menerima kenyataan bahwa orang tuanya memiliki kekurangan-kekurangan. Anak-anak yang baik akan memberikan maaf kepada orang tuanya yang melakukan kesalahan-kesalahan. Selanjutnya, anak-anak yang baik akan berusaha melihat sifat-sifat baik yang dimiliki oleh orang tuanya, dan berusaha menyayangi orang tuanya dengan sepenuh hati, serta membimbing orang tuanya ke jalan yang benar dengan cara yang bijaksana. 

Dalam Angguttara Nikaya Bab IV ayat 2, Sang Buddha juga memberikan petunjuk mengenai cara terbaik untuk membalas budi dan jasa kebaikan orang tuanya, yaitu sebagai berikut :
“ Apabila anak dapat mendorong orang tuanya yang belum mempunyai keyakinan terhadap Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha), sehingga mempunyai keyakinan kepada Tiratana; apabila anak dapat membuka mata hati orang tua untuk hidup sesuai dengan Dhamma, membimbing mereka untuk memupuk kamma baik, berdana, melaksanakan sila, mengorong mereka mengembangkan kebijaksanaan, maka anak tersebut dapat membalas budi dan jasa-jasa kebaikan orang tuanya.” 

Sesungguhnya, dengan berbuat demikian, selain anak tersebut telah membalas jasa-jasa orang tuanya, ia juga telah menumpuk karma-karma baik bagi dirinya sendiri.

Sumber :
BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA ( Kumpulan Tulisan)
Oleh : Mettadewi W., S.H., Ag.
Diterbitkan oleh Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta
Cetakan pertama, Juli 1999

Sunday, April 11, 2010

Tradisi CENG BENG & BUDDHA DHAMMA oleh Bhikkhu Dhammiko

Tradisi CENG BENG & BUDDHA DHAMMA

Ceramah Pagi Minggu, 21 Maret 2010 oleh Bhikkhu Dhammiko




Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa


Sukhā matteyyatā loke, atho petteyyatā sukhā’ti
”Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini;
berlaku baik terhadap ayah juga kebahagiaan”
(Dhammapada 332)


Dalam budaya masyarakat Tionghoa, ada lima festival besar yang dirayakan dengan sukacita dan meriah. Adapun lima festival itu adalah:
1. Festival Musim Semi (Imlek) yang jatuh pada tanggal 1 bulan 1 (Cia Gwee) penanggalan Imlek;
2. Festival Ceng Beng, jatuh setiap tanggal 5 April menurut penanggalan Masehi;
3. Festival Musim Panas, jatuh setiap tanggal 5 bulan 5 (Go Gwee) menurut penanggalan Imlek;
4. Festival Musim Gugur, jatuh setiap tanggal 15 bulan 8 (Pe Gwee) menurut penanggalan Imlek;
5. Festival Musim Dingin, jatuh setiap tanggal 22 Desember menurut penanggalan Masehi.
Setiap festival memiliki makna, ciri khas, maksud dan tujuan tersendiri. Di samping itu, setiap festival juga memiliki makanan khas tersendiri pula. Imlek memiliki makan khas Kue Keranjang, Ceng Beng memiliki makanan Ketupat Opor Ayam, Musim Panas (Peh Cun, Indonesia) memiliki makan Bakcang dan Kue Cang, Musim Gugur (Tiongchiu) memiliki makanan Kue Bulan, dan Musim Dingin (Tangche) memiliki makanan Wedang Onde.

Dalam budaya masyarakat Tionghoa, dalam setahun ada dua persembahyangan yang ditujukan bagi keluarga yang telah meninggal, yaitu: sembahyang bulan 3 yang dikenal Ceng Beng, dan sembahyang di bulan 7 (Cit Gwee) yang dikenal Cioko atau Chau Tu. Apakah bedanya?

Sembahyang Ceng Beng adalah sembahyang yang ditujukan untuk keluarga yang telah meninggal yang masih dikenali, sedangkan sembahyang Cit Gwee atau Cioko lebih bertujuan ditujukan kepada keluarga yang telah dilupakan (makhluk-makhluk terlantar) oleh sanak keluarganya, yang terjadi karena keluarga mereka telah meninggal semua (generasinya habis) dan keluarga mereka telah meninggalkan agama leluhurnya, menganut agama baru yang tidak menekankan bakti kepada leluhur.

Pada saat Ceng Beng menjelang, masyarakat Tionghoa mendatangi makam keluarga mereka. Mereka datang untuk membersihkan makam-makam itu dari semak belukar, dari sinilah maka Ceng Beng berarti Bersih dan Terang, mengacu kepada makam leluhur yang dibersihkan. Setelah makam bersih, mereka melakukan tradisi ”Tee Coa” dengan ”Ko-Coa,” yaitu melempar kertas emas atau perak (Gin Cua/Kim Cua) untuk menandai makam keluarga mereka.

Ada banyak cerita berkenaan dengan latar belakang munculnya tradisi Ceng Beng, yang pada intinya semua cerita ini mengajarkan kepada kita untuk memiliki bakti kepada kedua orang tua kita dan para leluhur. Mengingat jasa-jasa mereka amat sangat besar kepada kita, anak-anaknya.

Dalam Sigalovada Sutta, kita bisa juga melihat begitu besarnya jasa orang tua kepada anak-anaknya. Mereka telah mencegah anaknya dari tindakan jahat, mendorong anaknya berbuat kebajikan, memberi anaknya pendidikan dan keterampilan, mencarikan pasangan, dan menyerahkan warisan ketika saatnya tiba.

Tidak berlebihan kalau dalam A
guttara Nikāya, Sang Buddha mengumpamakan ayah dan ibu laksana dewa, dewa tingkat tinggi, yaitu Brahma, dengan ungkapan, ”Brahma ti matapitaro”. Dalam sutta ini, Beliau pun menjelaskan bahwa orang tua, ayah dan ibu sebagai Pubba-achariya, guru awal, guru pertama bagi anak-anaknya.

Dalam bagian lain dalam Kitab A
guttara Nikāya, Sang Buddha menyatakan; ”Saya nyatakan bahwa ada dua orang yang tak pernah bisa dibalas budinya. Siapakah keduanya itu? Ayah dan Ibu.”

”Walaupun seseorang menggendong ibunya di bahu kanan dan ayahnya di bahu kiri, dan saat melakukan ini ia hidup seratus tahun; jika ia melayani mereka dengan mengusapi mereka dengan minyak, memijat, memandikan, dan menguruti kaki dan tangan mereka, seandainya mereka buang air sekalipun, semua itu belumlah cukup yang dilakukannya terhadap orang tuanya, dan ia belum membalas budi mereka. Seandainya seorang anak menempatkan orang tuanya sebagai raja cakkavati yang memiliki tujuh harta, belum cukup juga yang ia lakukan kepada orang tuanya, ia belum membalas budi mereka. Mengapa demikian? Ayah dan ibu sungguh berjasa terhadap anak-anaknya: mereka melahirkan, membesarkannya, memberinya makan, dan menunjukkan dunia kepada anaknya.”

”Namun, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak punya keyakinan, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam keyakinan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak bermoral, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kemoralan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang kikir, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kedermawanan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang tersesat dalam kegelapan batin, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kebijaksanaan. Anak seperti ini telah melakukan yang cukup bagi orang tuanya; ia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi terhadap apa yang dilakukan orang tuanya kepadanya.”

Karena itulah, berbahagialah kita sebagai anak yang masih memiliki orang tua, kita masih memiliki kesempatan untuk membalas jasa mereka. Tetapi bagi kita yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, tidak perlu bersedih, masih ada bakti yang dapat kita tunjukkan kepada mereka dengan pelimpahan jasa (pattidana).

Sumber :
* A
guttara Nikāya
* Hari-hari Raya Tionghoa

MARILAH BERMEDITASI Bag. 2 - selesai Oleh: Sri Pannavaro Mahathera

MARILAH BERMEDITASI Bag. 2: Hubungan Pikiran, Perasaan dan Jasmani

Saya mau ke paragraph/chapter kedua, Tapi paragraph kedua ini ada
hubungannya dengan paragraph pertama.
Uraian yang pertama tadi harus diingat!!!
Saudara.. Kalo saudara punya anak di Amerika, di LA atau di New York?
Atau di jerman, saya tidak ingin menggunakan contoh Amerika. Sebab
nanti kalo pas ada yang punya anak di Amerika, nanti jangan-jangan
bhante ini meramal.
Malam-malam anda mendapatkan telepon.
Pak... Bu... setengah jam yang lalu anak bapak masuk ICU, tabrakan,
gak sadar sekarang....

Selama anda mencari / mengurus visa, pasport, mencari karcis, naik
pesawat 20 jam... 22 jam...
Bagaimana pikiran kita ini sebagai orang tua?
Was-was.. gelisah.. khawatir.. berkembang biak ( di pikiran ).
Kalo ibu mendengar, bapak mendengar anak ditabrak ( kecelakaan ),
koma, masuk ICU... Jauh....
Timbul gelisah khawatir...
Iki mengko kepiye.... sopo sing nulung ( ini nanti bagaimana.. siapa
yang menolong ), bisa sembuh tidak, yang nokoke Pien Zehuang sopo iki
engko ( yang beliin Pien Zehuang siapa ini nanti ).

Pertanyaan saya...
Ibu bapak senang apa susah?
Susah.... ( gak usah mikir-mikir itu jawabannya ), siapa yang senang
anaknya di ICU....

Pikiran itu ibu bapak.. Sangat cepat dan sangat kuat sangat
mempengaruhi perasaan.... ( tolong ini diingat-ingat, nanti ada contoh

lagi ).
Kalo perasaan ibu bapak susah, karena pikiran gelisah, membayangkan
anaknya, was-was.. khawatir..
Pikiran dengan cepat mempengaruhi perasaan, perasaannya susah.
Kalo ibu susah seperti itu, apakah makan rasanya enak?
Tidak enak... Kesukaannya apa toh dia? Soto.. cepat-cepatlah beliin soto..
Sotonya datang, di lihat saja..

Lain persoalan kalo anaknya yang ada di Jepang telepon, setelah kuliah
menghabiskan uang bertahun-tahun..
Mah... hari ini aku lulus. Tenan iki mah, gak ngapusi ( benar ini mah
gak bohong ).
Nanti hasilnya saya faks....
Lalu... ibu bapak.. Aduh anakku lulus... ( Pikirannya bereaksi anaknya
lulus, sukses, kewajiban sebagai orang tua satu langkah selesai ).
Pikiran mempengaruhi perasaan...
Perasaan ibu bapak bagaimana? Senang apa tidak senang anaknya lulus?
Senang... cepat sekali itu, Pikiran mempengaruhi perasaan itu cepat sekali.
Sangat cepat dan sangat kuat....

Ini bukan hanya ajaran Buddha ibu bapak dan saudara.. Ibu bapak
cocokkan sendiri pengalaman sendiri.
Berpuluh-puluh tahun... betul tidak?
Pikiran sangat berpengaruh terhadap perasaan, perasaan sangat
berpengaruh terhadap jasmani.

Oh... bhante kalo begitu ya bhante.. Kalo pikiran ini bisa
di-KENDALIKAN, TEGUH, KUAT. Aduh bhante bagus sekali ya....?
Memang...
Kalo pikiran kita tidak labil, tidak mudah terombang-ambing oleh
berita apapun, cerita apapun... Pikiran saya bisa kuat, teguh, tenang,
kan bagus kan bhante???
Bagus... sangat bagus...
Perasaan tidak mudah terpengaruh.
Kalo perasaan tidak terpengaruh... jasmani tidak terpengaruh...

Tapi bagaimana bhante? Meneguhkan pikiran... menenangkan pikiran ini bagaimana?

Sulit saudara...

Pikiran itu LICIN... LIHAY... HALUS... TIDAK BISA DIRABA.. TIDAK BISA
DIDETEKSI.. BERGERAK SEENAK-ENAKNYA SENDIRI..

Lalu bagaimana bhante... bagaimana membuat pikiran ini Teguh... Kuat...
Sebab kalo pikiran tidak teguh tidak kuat... Aduh..
terombang-ambing.., perasaan kita terombang-ambing, susah-senang...,
sedih-gembira..., kecewa.. lalu sedih lagi. Dan itu merusak jasmani
kita, mempengaruhi jasmani kita.
Jadi pikiran itu harus dibuat kuat, teguh, tenang.. caranya bagaimana bhante?

Ibu bapak dan saudara caranya....

DIBALIK.............

Karena PIKIRAN MEMPENGARUHI PERASAAN DAN PERASAAN MEMPENGARUHI
JASMANI.. maka sekarang jasmaninya ditoto ( ditata / dikondisikan).

Karena kalo jasmaninya ditoto ( ditata/dikondisikan ), perasaan juga
ikut noto ( tertata/terkondisi ), dan perasaan itu sudah noto (sudah
tertata/terkondisi ) maka pikiran menjadi tenang.

Bisa dipahami ibu bapak?

Nah sekarang Chapter ketiga... Noto ( menata/mengkondisikan ) jasmani
bagaimana bhante???

=================================================

MARILAH BERMEDITASI - Bag. 3: Cara Menata Jasmani

Nah sekarang Chapter ketiga... Noto ( menata/mengkondisikan ) jasmani
bagaimana bhante???
Apa kalo rambut sudah putih terus disemir, kalo hidung bengkok terus
di... katanya sekarang ada yang ditarik-tarik.. ( operasi plastik )
saya tidak tahu.

Bagaimana apa jalannya juga harus pelan-pelan seperti macan kelaparan????
Tidak.....

Noto ( menata/mengkondisikan ) menurut pandangan Dhamma adalah "MEDITASI".

Loh bhante koq meditasi ada hubungannya dengan jasmani?
Iya.... karena yang paling gampang itu meditasi yang dihubungkan dengan jasmani.
Tidak dengan perasaan dulu atau pikiran.

Caranya bagaimana bhante?
Memperhatikan jasmaninya sendiri....
Gimana bhante? apa di ngiling-ngilingi terus...? ( Apa dilihat-lihat terus..? )
( Bhante Pannavaro sambil mempraktekkan melihat-lihat tangannya sendiri ).

Tidak...

Yang diperhatikan nafasnya sendiri.
Masuk.... Keluar... Masuk... Keluar..., duduk dengan tenang.
Tidak usah duduk sila.... duduk di kursi juga boleh. ( Tangan rileks
tidak menyandar ).

Masuk... Keluar... Masuk... Keluar...
Hanya begitu bhante?
Hanya begitu saudara....

Ada doa-doa? Tidak ada.
Ada lilin dupa? Tidak ada.
Ada patung Buddha? Tidak perlu.
Baca Paritta? Tidak perlu.

Jadi hanya begitu bhante?
Ya.. Hanya begitu ibu bapak saudara.

Menenangkan jasmani, membuat kondisi jasmani kita tenang...
Kalau jasmaninya dikondisikan begitu... Jasmani akan mengkondisikan perasaan..

Perasaannya tidak mulak-mulak ( tidak terombang-ambing / berguncang-guncang ).
Kalau perasaannya tenang... maka pikirannyapun menjadi tenang.


Sehari berapa kali bhante?
Satu kali gak usah dua kali... lebih bagus.
Optimal bagi yang berkeluarga 1/2 jam lebih boleh...
Mulai dari 10 menit dulu... 15 menit... 20 menit dan seterusnya.

Gak sempat bhante?
Hah.... gak sempat? Makan sempat.. ke wc sempat.. tidur sempat.. mati
juga nanti sempat.
Meditasi 1/2 jam sehari tidak sempat? ( B. Pannavaro sambil
menggeleng-gelengkan kepala ).

Sangat berharga.....

Gak usah rapal, gak usah mantra, gak usah doa, gak usah nyebut Buddha
atau yang lain, tidak usah bersila di kursi boleh, tidak usah ada ubo
rampe ( persembahan ) dupa lilin.
TIDAK ADA ONGKOS SAUDARA..... Murah sekali!

Kalo saudara mau beramal berdana, harus punya modal.....
Saudara mau berdana apa?
Saya mau menyumbang makanan.
Kalau saudara gak punya makanan yang mau diberikan apa? Saudara harus
punya makanan dulu.
Anda mau nyumbang obat. Anda harus punya obat dulu, baru bisa memberikan obat.
Aku mau berdana tenaga saja. Ya anda harus punya tenaga, baru bisa
membantu tenaga.
Kalau anda sakit dan berbaring di rumah sakit bagaimana mau menyumbang tenaga.
Aku ingin menyumbang berdana nasehat. Anda harus punya pengetahuan
baru bisa memberi nasehat.

Kalau meditasi?
ANDA TIDAK PERLU PUNYA APA-APA.....!

Jasmani akan sangat mempengaruhi perasaan.... Perasaan-perasaan akan
menjadi tenang... tenang...
Yang semula senang banget.. yang semula sedih banget...
Kalo sekarang perhatian kita memperhatikan nafas...
Perasaan itu meskipun untuk sementara dia akan turun..........

Apa betul bhante jasmani itu sangat mempengaruhi perasaan?
Sangat betul saudara.....

Kalau saudara suatu ketika merasa sesak.... Aduh sesak aku.. ( karena
sedih ataupun marah ), susah... aku...karena macam-macam masalah.
Tidak ada jalan keluar, belum bisa diselesaikan.
Untuk meringankan sementara sesaknya itu bagaimana saudara?

UNJAL AMBEKAN ( TARIK NAPAS )........ Rileks....
Meskipun hanya sebentar...

Itu suatu bukti kalo fisik ini ditenangkan... Emosi menjadi rileks....
Kalau perasaan terkondisi... maka pikiran akan menjadi tenang.

Nah.... Sekarang ikuti penjelasan yang lain.... Tetapi tetap ada
hubungannya dengan uraiannya ini...

=================================================

***** MARILAH BERMEDITASI - Bag. 4: Meditasi

Nah.... Sekarang ikuti penjelasan yang lain.... Tetapi tetap ada
hubungannya dengan uraiannya ini...

Tadi bhante mengatakan kalau pikiran mendapatkan reaksi, anaknya
sakit.. anaknya masuk ICU.. Suaminya tidak pulang... atau anaknya
lulus ujian... atau mendapatkan keuntungan yang besar.

Reaksi pikiran cepat sekali mempengaruhi perasaan.

Cepat sekali... Kuat sekali...

Perasaannya menjadi senang atau tidak senang, suka atau sedih.
Benar...

Tetapi sebaliknya...
Perasaan juga mempengaruhi pikiran..

Kalau perasaannya tenang... Pikirannya tenang.
Kalau perasaannya berkobar-kobar.. Pikirannya juga berkobar-kobar.

Saya ingin memberikan contoh-contoh...

JUSTRU PENGARUH PERASAAN ITU KUAT SEKALI TERHADAP PIKIRAN!

Apa saja gerak-gerik kita sehari-hari, yang kecil-kecil sekalipun. Apa
yang mendorong?

YANG MENDORONG PERASAAN....

Sekarang sudah jam delapan seperempat, saya bicara satu jam lebih. Dan
selama satu jam seperempat kira-kira... atau satu jam lebih.
Saya duduk tidak menyandar....

Apa yang dirasakan bhante?
Pegal....

Bhante senang apa tidak senang?
Tidak senang...

Perasaan tidak senang ini memerintahkan pada pikiran,
Nyendero-nyendero ( menyandarlah-menyandarlah ). Nanti kalo waktunya
tanya jawab menyandarlah.....

Waktu saya menyandar....
Apa yang timbul?
Enak... ( suka )

Enak ( suka ) lalu memerintahkan pada pikiran....
Menyandarlah terus....

Siapa yang memerintahkan pikiran?

PERASAAN...........

Kalo umat Buddha yang sudah lama, mengerti manusia itu kan 5 Khanda toh...

1. Yang kasar namanya JASMANI

2. PERASAAN ( VEDANA ). Menurut pengertian Dhamma perasaan ini bisanya
senang - tidak senang. Rasa asin, rasa asam itu pikiran dalam agama

Buddha. Rasa malu, rasa sedih itu pikiran...
Perasaan dalam pengertian psikologis buddhist hanya SUKA atau TIDAK
SUKA ( Senang atau Tidak Senang ), di tambah NETRAL ( ya netral boleh
diabaikan - Suka tidak... tidak suka juga tidak ).

3. INGATAN

4, PIKIRAN ( SANKARA ). Yang punya rencana, cita-cita, segala macam
ingat yang lalu, mau begini mau begitu. Katanya orang pikiran ini
tidak terbatas, dari jaman primitif sampai sekarang lalu kemudian
berkembang lagi.. batasnya tidak tahu pikiran ini.. Hebat sekali...

5. KESADARAN

JUSTRU YANG BERBAHAYA BUKAN SANKARA ( PIKIRAN ). YANG BERBAHAYA VEDANA
( PERASAAN ).

Karena perasaan itu yang menjadi provokator... Dia memprovokasi pikiran kita!
Apa saja ibu bapak boleh saja mencocokkan sendiri.

Saya lihat orang itu tadi duduknya sangat tenang.... Setelah agak lama
satu jam lebih... koq dia mulai goyang-goyang ( gelisah ).

Kenapa?
Pikirannya menyuruh bergoyang-goyang....

Mengapa pikirannya menyuruh bergoyang-goyang...?
Karena perasaannya kalo duduk tegap terus rasanya tegang dan TIDAK
SUKA, koq bhante ceramah belum berhenti-berhenti.....

Lalu perasaannya membujuk pikiran

EH PIKIRAN.... ITULOH... DUDUKNYA AGAK GOYANG-GOYANG, BIAR GAK
SAKIT... BIAR ENAK...

Itu... perasaan, yang menjadi biang keladinya....
Dia yang memprovokasi, dia yang menghasut segala macam.

Kalau senang... Dia menghasut pikiran.... lagi... lagi... lagi...
Kalau tidak senang... Dia menghasut pada pikiran.... singkirkan...
singkirkan... singkirkan...

Dia jalan lihat di rumah tetangganya... ada mangga bagus-bagus jatuh....
Melihat itu... perasaan langsung bereaksi... Lihat mangga... SENANG...
Lalu perasaan memerintahkan pikiran.... Ambil.... Ambil... Ambil...
Pikiran: Tapi kan kepunyaan orang, apa gak mencuri?
Kalau gak di simpan pemiliknya kamu kan tidak mencuri.... kan di situ
tergeletak.... Ambilah.. ga papa.
Pikiran begitu ramai, berdebat-debat terus....

Lalu..... Ambil...................
Tapi ambil... dipukulin orang satu kampung, karena loncat pagar.

Dipukulin enak atau tidak enak? ( Suka atau tidak suka? )
Tidak enak ( Tidak Suka ).

Suka atau Tidak Suka?
Tidak suka... wah.. sakit semua...

Suatu hari dia lihat mangga yang jatuh lagi... lebih banyak.
Sekarang perasaannya lain....

Sakit loh nanti... sakit loh nanti... dipukulin.
Ingatan akan yang sakit dan perasaan tidak suka karena di pukulin itu
memerintahkan pikiran:

Jangan ambil... Jangan ambil... Jangan ambil...

Mungkin pikiran masih membantah, tapi kemarin kan banyak orang....
Sekarang kan gak ada orang...

Ya.. nanti kalau kamu sudah meloncat, trus orangnya datang nanti kamu
mau lari kemana?
Ya.. nanti saya bilang. Ini nanti saya mau beresin supaya gak
berantakan taruh di pojok...

Oh... Pikiran ini LIHAY sekali..... Tetapi... pemicu / penyulut api
pertamanya adalah PERASAAN....

Tapi bagaimana bhante supaya perasaan tidak menjadi penghasut?

CARANYA:

JASMANI HARUS DIKONDISIKAN, KALAU JASMANI DIKONDISIKAN... MAKA
PERASAAN AKAN TERKONDISI TENANG, KALAU PERASAAN TERKONDISI MENJADI
TENANG.....
PROVOKATORNYA TIDAK GANAS.....

Dia tidak memprovokasi pikiran dengan seenaknya sendiri.... Karena
provokatornya mulai tenang.

Bagaimana menenangkan provokator?

JASMANI HARUS DIKONDISIKAN...
LATIHAN HARUS DIMULAI DENGAN JASMANI....
MEMPERHATIKAN NAFASNYA SENDIRI.

Apa yang saya uraikan ini ibu bapak dan saudara:

INILAH DASAR AJARAN DHAMMA, tidak lebih....

Semua orang termasuk orang yang tidak sekolah sekalipun, petani
sekalipun atau lebih dari itu, tidak intelektual sekalipun,

BISA MEDITASI......... Karena hanya memperhatikan nafasnya sendiri....

Itu meditasi Buddhist....
Meditasi Buddhist tidak hanya duduk diam saja....

---------------------------------------------------------------------------------

Kalo kita sudah terbiasa meditasi seperti itu...
Waktu meditasi jalan tiba-tiba perasaan muncul, senang sekali yang luar biasa.
Kita boleh berhenti sekarang. Memperhatikan perasaan yang muncul.

Eh... ini ada perasaan yang muncul.

Tugas kita hanya memperhatikan saja...
Tidak usah mencari...
Duh.. senang ini darimana ya? Tidak usah..
Sampai nanti dia tenggelam... Senangnya nanti tidak mengganggu lagi,
baru jalan lagi...

Tiba-tiba ingat karena mungkin pernah ke Jepang, ada patung Buddha
besar... tidak diingat-ingat, tapi muncul dengan sendirinya..
Oh saya pernah melihat patung Buddha besar.
Kalo itu mengganggu jalannya berhenti.
Disadari ingatan muncul, sampai tidak mengganggu lagi baru jalan lagi.

Demikian juga waktu kita meditasi duduk.
Masuk... Keluar... Masuk.. Keluar... Masuk... Keluar...
Hanya mengamat-amati PASIF...

Masuk.... Nafas ini masuk kemana ya?
Ke paru-paru atau ke perut?
Tidak usah tanya...

Keluar... Yang keluar ini nafas baik atau nafas buruk ya?
Tidak usah nanya... Tidak usah menganalisa... Tidak usah mencari tahu...
Hanya lihat saja.... PASIF...

Koq timbul pikiran senang luar biasa....
Lain dengan senang-senang duniawi.
Oh... kayak begini... perasaan apa ini?
Sadari saja.....
Tidak usah mereka-reka, apa ini saya sudah nyampe?
Sadari saja...

Hanya itu bhante?
Iya hanya itu....

Kalau begitu meditasi Buddhist itu tujuannya apa?
Tujuannya supaya keawasan kita menjadi kuat....

Kalau keawasan kita kuat, maka keawasan itu bisa membuat emosi (
perasaan ) tenang...
Keawasan itu juga bisa untuk mengawasi pikiran...

Tidak untuk membangkitkan Khundalini, melihat mahluk halus, bisa
mengobati, bisa terbang...

TIDAK....

Karena kalau keawasan itu mengawasi emosi ( perasaan ), emosi (
perasaan ) menjadi tenang.

Kalau keawasan kita bisa mengawasi pikiran... oh AKU kita ini....
berkurang... berkurang... berkurang...

Hanya itu...

Apa yang muncul selama meditasi perhatikan saja.....
Jangan dianalisa, jangan ditanggapi, jangan dinilai, jangan dihakimi,
jangan diusir... tapi lihat saja...

Pengalaman-pengalaman yang pahit yang tidak enak...
Yang kotor... yang buruk... yang baik... lihat.. saja.

Hanya itu...

APA YANG SAYA SAMPAIKAN INI, IBU BAPAK SAUDARA... INILAH VIPASSANA..

Jadi nanti kalo ibu bapak dan saudara, ada yang ikut latihan Vipassana...
Apa yang saya uraikan ini akan menjadi penjelasan awal, saudara akan
mengerti dengan jelas kalau nanti guru meditasi menjelaskan.

Karena ada orang waktu itu atau kadang-kadang datang kepada saya..
Bhante... kalo saya meditasi di Dhamma Sundara ini, apalagi di depan stupa.
Cepat bhante masuknya... Kalau di rumah itu koq gak masuk-masuk....

Saya tidak bisa jawab...
Saya pikir masuk kemana????

Hanya kalo saya tanya nanti... dia tambah bingung...

Loh saya mau tanya.. Loh saudara masuk kemana?
Loh saya meditasi 30 tahun lebih sebagai bhikkhu, tiap hari juga
banyak sekali dan berusaha untuk sadar setiap saat.
Saya tidak pernah mengenal masuk-masuk itu....

Nah meditasi bhante bagaimana?

MEMPERTAHANKAN. MENGHADIRKAN AWARENESS ( KEAWASAN ), TERHADAP
GERAK-GERIK KITA, PERASAAN KITA, PIKIRAN KITA......

Ya... Terima Kasih

==============================================

MARILAH BERMEDITASI - Bag. 5: Tanya-Jawab Pertama


TANYA:

Sebenarnya apakah ada perbedaan antara perasaan mempengaruhi pikiran,
atau pikiran yang mempengaruhi perasaan?
Sebab sering kita dengar statement-statement bahwa: Jadi manusia yang
rasional... Atau kadang-kadang, laki-laki itu rasional sedangkan
wanita lebih emosional dan sebagainya. Terima kasih bhante.

JAWAB:

Kalo saya diminta untuk memberikan tanggapan singkat.
Timbal-balik, Interdipendensi

Semua reaksi pikiran pasti langsung mempengaruhi perasaan.
Perasaan yang dipengaruhi itu, suka dan tidak suka atau senang dan tidak senang.

Di dalam Buddhist biasanya senang dan tidak senang ini dibagi dua.

Kalo senang tidak senang itu datangnya dari sensasi tubuh. Makan enak,
melihat yang bagus, meraba yang dia suka disebut SUKHA, kalau melihat
yang buruk, merasakan yang dia tidak biasa maka disebut TIDAK SUKHA.

Tetapi kalau dia mengingat sesuatu kenangan terhadap yang baik,
kenangan terhadap yang enak / kenikmatan, atau berita-berita yang

bagus yang rangsangannya bukan dari jasmani disebut SENANG, kalau
rangsangannya dari pikiran tidak menyenangkan disebut TIDAK SENANG.

Jadi dalam bahasa pali dikatakan kalau rasa senang tidak senang itu
datang secara mental SOMANASA = SENANG dan DOMANASA = TIDAK SENANG.

Tetapi kalau rangsangannya dari jasmani ini, pegal... tidak dan
sebagainya, menyicipi makanan cocok tidak itu disebut SUKA=SUKHA dan
TIDAK SUKA=DUKKHA.

Tapi sebenarnya empat ini ya.. dua, senang atau tidak senang dan kalo
mau dilengkapi tambah lagi satu NETRAL. Netral itu,,, tidak ada
reaksi. Senang yang kagak dan tidak senang juga kagak.
Kalau saya meliihat benda ini ( sambil menunjukkan pena ) karena saya
sering melihat, tidak ada yang aneh. Saya melihat tidak senang...
tidak, senang... juga tidak. Ya biasalah... Jadi perasaan seperti suka
dan tidak suka tidak muncul.

Tetapi ada kalanya dan bahkan suka dan tidak suka itu yang sering
mempengaruhi kita. Dengan kadar yang berbeda-beda. Tidak sukanya bisa
kuat sekali... Sukanya bisa kuat sekali. Pikiran mempengaruhi
perasaan, setelah perasaan itu bergolak timbul suka atau tidak suka.

Sekarang perasaan yang memprovokasi pikiran, kecuali pikiran mempunyai
pandangan, mempunyai pertimbangan.

Ojo loh dosa ( Jangan loh dosa ), nanti dipukulin orang... tidak baik,
namamu jelek lo.., itu salah satu cara untuk pikiran tidak bergolak.
Tidak melaksanakan apa yang sedang diingat atau yang sedang muncul
dipikiran.

Tetapi itu CARA BIASA.....

Semua agama termasuk agama Buddha termasuk mengajarkan begitu.
Jangan loh ingat akibat karma loh, malu loh berbuat jahat, nanti kalo
kamu begitu keluargamu ikut malu loh, Jadi meskipun perasaan itu
senang mendorong, pikiran mau melakukan ada pertimbangan yang muncul.
Hanya itu cara biasa.

Keinginan pikiran dilawan dengan konsep.
Konsep malu, konsep etika, konsep pergaulan sosial, konsep hukum
karma, konsep dosa dihukum tuhan dan lain-lain.

Kalo CARA MEDITATIF lain....

Timbul pikiran mau mencuri mangga, tidak dilawan dengan konsep, tetapi
diawasi...
Eh.. pikiran mau mencuri.. dengan diawasi begitu keinginan mencuri itu
akan turun.. turun... turun..., tidak jadi mencuri.

Apa ya cukup kuat ya bhante pengawasannya itu?
Ya karena itulah latihan meditasi.
Kalau kesadarannya / Awarenessnya lemah, tidak kuat dia.... dia tetap mencuri.
Kalo Awareness kita masih lemah bagaimana bhante?
Kalo Awareness kita masih lemah atau kadang kalanya kita lemah, pakai
cara yang tradisional yang konvensional.

Konsep-konsep tentang dosa, akibat karma, malu kalau ketangkap....
dipakai semua untuk menghantam pikiran mau mencuri mangga itu.

Boleh itu dipakai bhante?

Boleh...
Tapi itu konsep dilawan dengan konsep.

Kitab suci agama Buddha yang banyak itu semuanya konsep.
Ceramah saya satu dua jam dan setiap Dhamma Class anda merekam... Ini
konsep semua...
Ada gunanya juga untuk melawan pikiran yang negatif. Kalau pikiran
yang bagus bagaimana? Bisa didorong juga dengan konsep.

Tetapi kalau anda melatih meditasi, mempunyai Awareness atau Sati (
dalam bahasa Pali ) mempunyai keawasan yang lumayan, sekarang timbul
pikiran ingin mencuri buah mangga tidak digempur dengan konsep, tetapi
DILIHAT SAJA... DISADARI SAJA....

Oh.... mau mencuri.. Nanti dia akan turun... berkurang... berkurang...

MEMBERSIHKAN KOTORAN BATHIN...

Tapi kalau digempur dengan konsep..
Jangan loh ya... Jangan... orang tua bisa malu.. buah karmanya nanti loh...

ITU KOTORAN BATHIN HANYA SEPERTI DITUTUP SAJA
( DITUTUP DENGAN KONSEP DOSA, TAKUT MALU, AKIBAT KARMA JELEK, APALAGI
GAK ADA KESEMPATAN )....
YA... NANTI DIA AKAN TUMBUH LAGI... MUNCUL LAGI.

TETAPI DENGAN CARA MEDITATIF KOTORAN BATHINNYA SEPERTI DIBERSIHKAN...
DIKIKIS... DIHABISKAN, DIKURANGI..

Misalnya apa?
Misalnya mau mengambil uang milik orang yang berada di atas meja yang
tidak ada orangnya.

Pertama mata melihat... mata lapor ke pikiran...
Ingatan muncul.. bahwa yang dilihat adalah uang..

Lalu pikiran bermain tidak ada orangnya..
Lalu perasaan muncul... itu cepat sekali prosesnya...
" Wah senang punya uang banyak senang / enak"

Lalu pikiran: Apalagi sekarang tidak punya uang...
Langsung perasaan senang yang muncul memprovokasi pikiran... ambil-ambil...

Kalau tidak ada pertimbangan... langsung ambil saja....
mata gelap orang bilang - Emosi ( Perasaan ) membutakan Pikiran

Kalau ada pertimbangan..
Ingat loh ya... ini di vihara loh...
Kualat loh... Jukuk duit engko ciker tangane loh. ( ambil uang nanti

tanganmu cacat loh )
Gak ingat hukum karma? Gak ingat orang tua? Gimana nanti kamu tertangkap....
Jangan-jangan...jangat berbuat jahat, banyak berbuat baik...
Uangnya itu nanti.. disimpan saja jangan di ambil.

ITU SEMUANYA KONSEP... untuk menggempur keinginan mencuri uang.
Sehingga tidak jadi ambil uang....

Gak jadi ambil uang... kan bagus bhante?

Bagus...

TAPI KOTORAN BATHIN TIDAK BERKURANG.... HANYA DITUTUP DENGAN KONSEP.

Ini cara yang konvensional...
Takut Tuhan, Takut neraka, Takut akibat karma, Takut hukum negara, Takut malu

Kalo cara meditatif bagaimana bhante?

Saya singkat saja...
Lihat uang... senang... mau mengambil...
Oh... mau ambil, diperhatikan saja keinginan mau mengambil itu.. nanti
dia turun.. turun.. turun...

Apalagi sebelum keinginan muncul...
Timbul perasaan suatu melihat uang "senang" (apalagi kalau itu bisa ditangkap )
Oh.... senang muncul...
Belum sampai dia memprovokasi pikiran..

Itu lebih lagi...

Lebih awal lagi dia melihat, mengetahui, menyadari.. Vedana Senang (
Perasaan senang ) karena melihat uang.
Belum sampai menghasut / memprovokasi pikiran.....

Tapi kalau dia luput...

Sampai perasaan itu menghasut pikiran.. tidak papa...
Sekarang pikirannya yang diperhatikan.
Sehingga kekuatan pikiran untuk mau mengambil itu.. turun... turun... turun...

ITULAH VIPASSANA

Sangat Universal cara ini.
Anda mempraktekkan cara ini, kalo anda beragama bukan Buddhist...
Keyakinan anda tidak... terganggu...
Dan anda tidak harus menjadi umat Buddha.... Untuk melatih Vipassana...

===========================================

MARILAH BERMEDITASI - Bag. 6: Tanya-Jawab Kedua ( Habis )

TANYA:

Dalam Praktek saya, Itu kesadaran saya bisa dikalahkan dengan AKU.
Kesadaran saya itu sadar benar, tapi AKU-nya ini kuat sekali. Sehingga
tujuannya tidak tercapai. Bagaimana supaya bisa mengalahkan AKU-nya
itu? Supaya kita itu bisa tenang.


JAWAB:

Bagus sekali… pertanyaan ini bagus sekali.
Dan sebetulnya jawabannya tidak sulit

Bhante… kalau saya selesai melakukan sesuatu mengatur ruangan ini,
mengatur dekor, membangun sesuatu, bangun pabrik, bangun apa…, anak
lulus..

AKU-kan muncul bhante? Meskipun tidak diucapkan… ( jangan diomongkan
loh.., nanti kalo bhante tahu.. dikira AKU-nya besar ).

Tapi di dalam pikiran muncul.

AKU sudah berhasil meluluskan anakku. Wah dekor ini bagus ya.. AKU
puas…, Oh gedung ini… dulu AKU yang mencarikan dana.., AKU yang
merancang.

Itukan AKU muncul bhante? Bagaimana bhante? Sayakan sudah meditasi?

Sederhana saudara sebetulnya saudara.. JANGAN DI MUSUHI AKU-nya.

Loh gimana bhante?

Lihat aja…. Eh… AKU lagi muncul ini…
Biar… saja….

Malulah AKU koq muncul terus…, ini kan tidak baik, katanya bhante ini
biang keladi. Nanti serakah bisa muncul, benci bisa muncul.
Gak baik ini... pikiranku koq begini?

Itu malah tidak baik. Memusuhi dirinya sendiri. Kebencian kepada dirinya.

Jadi bagaimana bhante?

Lihat saja… Oh… AKU lagi mau enjoy-enjoy. Mau mencari nama ini….
Nanti dia akan turun.. turun… turun…

Jadi kalau AKU muncul itu tidak dianggap noda bhante?

Di dalam vipassana semua diperhatikan, tidak dipilah-pilah mana noda,
mana bersih, mana jahat, mana kotor, mana mulia, mana rendah, mana
ingatan, mana rencana, tidak dikategorikan begitu. Semua yang muncul
dipikiran termasuk ke-AKU-an, keserakahan, ingin selingkuh, ingin
makan enak, ingin hubungan seks, ingin membunuh, semuanya
diperhatikan…. Saja.

Tidak di stop?

Tidak…
Tetapi juga tidak dikembangkan… Sederhana.

Kalo AKU-nya membara-bara bhante?

AKU yang berhubungan dengan kebencian. Aku dibohongi, Aku dilangkahi,
Harga diriku diinjak-injak…
Juga di perhatikan saja.
Kalo AKU berhubungan dengan keserakahan. Aku sukses, Aku berhasil, Aku
melakukan yang baik, Aku rendah hati, Aku tidak sombong…
Juga dibiarkan saja… Dilihat saja.


Lihat dengan PASIF….

Ya sukar bhante…

Oleh karena itu, sebelum mampu memperhatikan gejolak pikirannya.
Berusahalah memperhatikan perasaan. Karena jenisnya perasaan hanya dua
macam, Suka atau Tidak Suka – Senang atau Tidak Senang.

Sebelum memperhatikan perasaan…. Mulai dengan memperhatikan jasmani..
Langkah kaki . menyapu.

Ya tidak bisa bhante…. Sadar terus menerus….. sepanjang hari.

Ya memang tidak bisa…. Sebanyak mungkin….
Dan sekali sehari duduk diam. Memperhatikan nafasnya sendiri…



TANYA: ( Video Terpotong )


JAWAB:

Kalau kita meditasi duduk capek di punggung.
Ada dua hal.. capeknya ini disadari… bisa.
Atau rasa tidak senang. Oh.. ini gak senang… gak senang… Disadari
dulu, jangan diberi reaksi dulu.

Setelah disadari dulu capeknya atau tidak senangnya.
Koq masih capek terus…. Ya… di tegakkan dikit… atau buka mata sebentar
kemudian gerak-gerak sedikit. Tapi dengan kesadaran…

Kan meditasinya putus bhante?

Tidak putus.. kalo dilakukan dengan kesadaran….., tutup mata lagi…
perhatikan nafas…

Kalo ada nyamuk menggigit di pipi sini. …. Nggak mungkin perhatikan nafas…
Sadari Gatal…..
dan pikiran harus dijaga.
Ini nyamuk biasa atau demam berdarah?
Kalo nyamuk demam berdarah ini gimana kalo gak langsung di usir…
pikiran berjalan begitu.

Jangan turuti dulu…

Lalu timbul rasa tidak senang…. Oh… gak senang ini, gak senang ini…
Lalu timbul keinginan cepat-cepat digaruk…. Oh.. pikiran muncul ini…
sadari dulu… itu. Dari gatal… tidak senang… ingin garuk dan
sebagainya. Kalau sudah di sadari begitu, gatalnya tidak hilang baru
diberi reaksi. Tangannya dinaikkan diusap pipinya… naik.. turun…
hilang gatalnya tangannya diturunkan… semua dilakukan dengan penuh
perhatian. Mulai lagi nafasnya diperhatikan…. Masuk,,, keluar…

Boleh ya bhante begitu?

Boleh.. TAPI SEMUA DILAKUKAN DENGAN KEAWASAN.

Tidak pipi sakit…. Cekit Langsung pless…. Tangan menampar pipi….
Robot itu… Diperhatikan dulu… Diperhatikan dulu… jangan reaksi dulu.

Supaya apa?

Supaya emosi tidak meledak-ledak, dan pikiran tidak cepat memberikan
reaksi spontan. Perhatikan dulu sampai sejauh mana gatal ini.

Kaki sakit… ehm… sakit ini…
Pikiran: Cepat berdiri.. nanti lumpuh.. macam-macam ini muter pikirannya…
Oh… ini sakit… dijaga senetral mungkin. Tidak menganalisa, tidak
menghakimi, tidak mencari sebabnya.

JUST…… HANYA SADAR…

Lalu gak senang muncul…. Oh ini gak senang muncul.
Pikiran: Bergerak sedikit tidak papa… Oh ini pikiran sudah muncul…
ingin bergerak sedikit.

Sakitnya hilang…. Ya sudah kembali ke nafas, kalau belun hilang-hilang
mau menuruti bergerak sedikit… Ya boleh… bergerak saja dengan
kesadaran. Lalu kembali ke nafas…

Itulah Vipassana…. Selamat Melatih Vipassana.

Ada bahaya bhante melatih Vipassana kalau tidak ada guru?

Tidak ada. Selama anda mempunyai tujuan benar, untuk mengurangi
kotoran bathin, untuk menipiskan ke-AKU-an, Untuk mempertajam
keawasan, supaya ke-AKU-an tidak merajalela, supaya perasaan tidak
menjadi provokator yang ganas.

TIDAK ADA RESIKO UNTUK ITU……..

Tetapi kalo anda berlatih meditasi untuk membangkitkan kundhalini,
tenaga dalam, prana, bisa melihat mahluk halus, bisa membaca pikiran
orang, mempunyai kekuatan dalam yang luar biasa.

SAYA MOHON MAAF….. SAYA TIDAK BISA MEMBERIKAN KOMENTAR, KARENA SAYA
TIDAK MELATIH CARA MEDITASI SEPERTI ITU…………

Terima Kasih ( Habis )