Friday, September 17, 2010

Teknik Ceramah




Teknik Ceramah




Memberikan ceramah Dhamma atau Dhammadesana adalah merupakan hal yang tidak akan pernah dapat dihindari dari kehidupan seorang bhikkhu, samanera, maupun para pemuka umat Buddha di Indonesia. Banyak orang stress bila tiba saatnya diminta memberikan Dhammadesana. Sesungguhnya stress dapat digunakan sebagai pendorong agar kita lebih siap menghadapi segala kemungkinan. Para ahli pidato, bintang film dan pemain drama yang banyak pengalaman pun tidak terbebas dari rasa yang wajar ini. Mereka tetap mengalami jantung berdebar, keringat dingin, telapak tangan dan kaki berkeringat, bahkan tidak jarang muncul keinginan buang air secara tiba-tiba. Sebenarnya berceramah dan berbicara ngobrol tidaklah banyak berbeda untuk si pembicara, perbedaan hanya pada jumlah pendengarnya saja. Oleh karena itu, justru stress diperlukan. Kita hendaknya bisa memanfaatkan stress untuk keberhasilan Dhammadesana kita.




Dhammadesana hendaknya diawali dengan pembacaan Vandana dan kemudian menyebutkan beberrapa kalimat yang diambil dari Dhammapada atau dari lain sumber yang akan kita jadikan topik pembicaraan kita. Kalimat Dhammapada dapat diucapkan dalam bahasa Pali atau dalam bahasa Indonesia, tergantung pendengarnya.


Uraian Dhamma haruslah diberikan secara berurutan dan bertahap. Gambarkanlah dengan kata-kata indah sehingga membentuk bayangan dalam tiap pendengar. Selipkan humor segar yang berhubungan dengan topik pembicaraan. Hindari humor yang porno dan kasar serta menyinggung pribadi orang. Tambahkan dalam setiap tahap pembicaraan dengan contoh-contoh nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Contoh ini membantu umat merasakan kedekatan antara topik bahasan dengan kehidupan mereka sendiri.

Ekspresi wajah amat mempengaruhi keberhasilan Dhammadesana. Usahakan wajah kita dapat lebih banyak tersenyum kepada pendengar. Wajah hendaknya lebih sering menghadap pendengar daripada menunduk. Mata juga perlu sering kontak dengan pendengar. Kontak mata diperlukan agar kita dapat selalu menjalin hubungan batin dengan pendengar. Kita akan dapat segera mengetahui pendengar yang antusias, bosan, mengantuk, bingung maupun yang akan bertanya. Dengan demikian kita akan dapat segera mengambil langkah tertentu untuk memberikan kepuasan pada pendengar. Salah satu pedoman yang perlu kita ingat adalah, kita perlu membuat pendengar MENGERTI dan bukan kita hendak membuat Dhammadesana kita SELESAI begitu saja. Dengan demikian, kita harus berjuang menggunakan berbagai macam cara agar pendengar dapat mengerti Ajaran Sang Buddha yang kita berikan. Lebih jauh lagi, kita berusaha agar pendengar dapat melaksanakan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari mereka serta mampu mengajarkan Buddha Dhamma kepada orang-orang di sekitarnya.



3. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DHAMMADESANA
Untuk melengkapi pengetahuan kita sebelum memberikan Dhammadesana hendaknya kita banyak-banyak membaca buku Dhamma dan pengetahuan lain. Kita juga perlu sering berdiskusi dengan mereka yang dianggap mampu dalam Dhamma. Buku Dhamma yang baik untuk dibaca adalah RIWAYAT BUDDHA GOTAMA. DHAMMASARI, TANYA JAWAB BUDDHA DHAMMA, DHAMMA VIBHAGA dan beberapa bacaan tambahan lainnya. Carilah bacaan penunjang dari banyak perpustakaan yang ada di sekitar kita. Baca pula majalah dan surat kabar untuk dapat mengikuti berita yang paling baru sehingga akan membantu kita mendapatkan contoh-contoh nyata yang masih hangat dibicarakan masyarakat. Kalau perlu, kumpulkanlah guntingan koran dan majalah yang memuat berita-berita yang mungkin ada hubungannya dengan ceramah Dhamma yang biasa kita lakukan. Pencarian informasi tambahan dapat pula dengan mengikuti siaran televisi yang sekarang gampang diperoleh di setiap tempat. Dalam memberikan Dhammadesana ada baiknya kita juga menyiapkan kaset rekaman untuk dapat mempelajari kekurangan dan kelebihan isi dan cara menguraikan Dhamma kita. Selain itu, kita pun akan mempunyai sejumlah koleksi kaset yang dapat dijadikan bahan untuk ceramah serupa pada kesempatan lain.










No comments:

Post a Comment